Oleh: Ustad Farid Nu’man Hasan
Matan Hadits:
عَنْ سَلْمَانَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: «إِنَّ رَبَّكُمْ تَبَارَكَ
وَتَعَالَى حَيِيٌّ كَرِيمٌ، يَسْتَحْيِي
مِنْ عَبْدِهِ إِذَا رَفَعَ يَدَيْهِ
إِلَيْهِ، أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا»
Dari Salman, dia berkata: Berkata Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam: “Sesungguhnya Rabb kalian yang Maha Pemalu dan Mulia, Dia
malu terhadap hambanya jika hambanya mengangkat kedua tangannya kepadaNya,
ketika dia mengembalikan tangannya, tangannya masih dalam keadaan kosong.”
Takhrij Hadits:
– Imam Abu Daud, Sunan Abu Daud,
Babud Du’a No. 1488
– Imam At Tirmidzi, Sunan At
Tirmidzi No. 3556
– Imam Ibnu Majah, Sunan Ibni Majah
No. 3865
– Imam Ibnu Hibban, Shahih Ibni
Hibban No. 876
– Imam Al Hakim, Al Mustadrak, 1/497
– Imam Ath Thabarani, Al Mu’jam Al
Kabir No. 6148
– Imam Al Qudha’i, Musnad Asy Syihab
No. 1111
– Imam Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra
No. 3146
– Imam Al Baghawi, Syarhus Sunnah
No. 1385
– Dll
Derajat Hadits:
– Imam At Tirmidzi mengatakan: hasan
gharib. (Sunan At Tirmidzi No. 3556)
– Imam Al Hakim mengatakan: shahih
sesuai syarat Al Bukhari dan Muslim. (Al Mustadrak, 1/497)
– Syaikh Al Albani menshahihkan
dalam berbagai kitabnya. (Shahih Abi Daud No. 1337, At Ta’liq Ar Raghib,
2/2772, Al Misykah No. 2244)
Kandungan Hadits:
Hadits ini memiliki beberapa faidah:
1. Penjelasan tentang begitu kuat keinginan Allah Ta’ala
untuk mengabulkan doa hambaNya, sampai-sampai dikatakan Dia malu jika hambaNya
mengangkat tangan dalam memohon tapi tidak dikabulkan. Ini menunjukkan
kesempurnaan sifat Al Karim yang dimilikiNya.
(hayyiyun) adalah fa’iilun, artinya mubaalighun fil hayaa’
(penegasan begitu dalam rasa malunya).
Sedangkan كَرِيمٌ
(kariimun –mulia) artinya: فكيف
بعده وَهُوَ الَّذِي يُعْطِي
مِنْ غَيْرِ سُؤَالٍ (Dialah yang memberi tanpa diminta, maka
bagaimana setelah diminta?). (Imam Ali Al Qari, Mirqah Al Mafatih, 4/1533)
2. Mengangkat dan membuka kedua tangannya memohon kepada
Allah Ta’ala termasuk adab berdoa dan sebab dikabulkannya doa.
Syaikh Ibnul ‘Utsaimin Rahimahullah mengatakan:
ومد اليدين إلى السماء
من أسباب إجابة الدعاء،كما
جاء في الحديث: إنَّ
اللهَ حَيِيٌّ كَرِيْمٌ يَسْتَحِييْ
مِنْ عَبْدِهِ إِذَا رَفعَ يَديْهِ
إِلَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرَاً
“Membentangkan kedua tangan ke
langit termasuk sebab dikabulkannya doa, sebagaimana hadits: Sesungguhnya Allah
Yang Maha Malu dan Mulia, merasa malu terhadap hambaNya jika dia mengangkat
kedua tangannya kepadaNya lalu dia mengembalikan keduanya dalam keadaan
kosong.” (Syarhul Arbain An Nawawiyah, Hal. 138)
Kapankah Berdoa Dengan Mengangkat Kedua Tangan?
Berikut ini adalah berbagai riwayat tentang berdoa dengan
mengangkat kedua tangan.
Doa Menjelang Perang
Dalam Shahih Muslim, bahwa Umar bin Al Khathab Radhiallahu
‘Anhu menceritakan keadaan menjelang perang Badar, katanya:
لَمَّا
كَانَ يَوْمُ بَدْرٍ نَظَرَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْمُشْرِكِينَ وَهُمْ
أَلْفٌ وَأَصْحَابُهُ ثَلَاثُ مِائَةٍ وَتِسْعَةَ
عَشَرَ رَجُلًا فَاسْتَقْبَلَ نَبِيُّ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ الْقِبْلَةَ ثُمَّ مَدَّ يَدَيْهِ
فَجَعَلَ يَهْتِفُ بِرَبِّهِ اللَّهُمَّ أَنْجِزْ لِي مَا وَعَدْتَنِي……
“Di hari ketika perang Badr,
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memandangi kaum musyrikin yang
berjumlah 1000 pasukan, sedangkan sahabat-sahabatnya 319 orang. Lalu Nabiyullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menghadap kiblat, kemudian dia menengadahkan
kedua tangannya lalu dia berteriak memanggil Rabbnya: Ya Allah! Penuhilah
untukku apa yang Kau janjikan kepadaku …… (HR. Muslim No. 1763)
Al Imam An Nawawi Rahimahullah berkata:
وَفِيهِ
: اِسْتِحْبَاب اِسْتِقْبَال الْقِبْلَة فِي الدُّعَاء وَرَفْع
الْيَدَيْنِ فِيهِ ، وَأَنَّهُ
لَا بَأْس بِرَفْعِ الصَّوْت
فِي الدُّعَاء .
“Dalam hadits ini disunahkan
menghadap ke kiblat ketika berdoa dan mengangkat kedua tangan, dan tidak
apa-apa meninggikan suara ketika doa.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/213.
Mawqi’ Ruh Al Islam)
Doa Ketika Meminta Hujan (Istisqa’)
Dalam Shahih Bukhari, Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu
berkata:
أَتَى رَجُلٌ أَعْرَابِيٌّ مِنْ
أَهْلِ الْبَدْوِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَقَالَ يَا رَسُولَ
اللَّهِ هَلَكَتْ الْمَاشِيَةُ هَلَكَ الْعِيَالُ هَلَكَ
النَّاسُ فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ يَدْعُو وَرَفَعَ النَّاسُ
أَيْدِيَهُمْ مَعَهُ يَدْعُون
َ
“Datang seorang laki-laki Arab
Pedalaman, penduduk Badui, kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada
hari Jumat. Dia berkata: “Wahai Rasulullah, ternak kami telah binasa, begitu
pula famili kami dan orang-orang.” Maka, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallm mengangkat kedua tangannya, dia berdoa, dan manusia ikut mengangkat kedua
tangan mereka bersamanya ikut berdoa.” (HR. Bukhari No. 983, Al Baihaqi dalam
As Sunan Al Kubra No. 6242)
Dalam hadits ini bisa dimaknai bahwa mengangkat kedua tangan
ketika doa adalah sunah dan dicontohkan oleh nabi, tetapi juga bisa dimaknai
bahwa hal ini terjadi secara umum dan mutlak yaitu mendatangi orang shalih atau
ulama untuk mendoakan manusia tentang hajat mereka, karena dalam kisah ini
tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa kebolehan mengangkat kedua tangan itu
khusus untuk istisqa’, sementara sebagian ulama menyatakan mengangkat tangan
tinggi dalam berdoa hanya khusus pada istisqa’ . Sementara, Imam Bukhari
menjadikan hadits ini sebagai dalil bahwa mengangkat kedua tangan ketika doa
adalah mutlak dalam doa apa saja.
Berkata Syaikh Abdurrahman Al Mubarkafuri Rahimahullah:
قَالُوا
هَذَا الرَّفْعُ هَكَذَا وَإِنْ كَانَ
فِي دُعَاءِ الِاسْتِسْقَاءِ ،
لَكِنَّهُ لَيْسَ مُخْتَصًّا بِهِ
، وَلِذَلِكَ اِسْتَدَلَّ
الْبُخَارِيُّ فِي كِتَابِ الدَّعَوَاتِ
بِهَذَا الْحَدِيثِ عَلَى جَوَازِ رَفْعِ
الْيَدَيْنِ فِي مُطْلَقِ الدُّعَاءِ
.
“Mereka mengatakan bahwa mengangkat
tangan yang seperti ini jika terjadi pada doa istisqa, tetapi hadits ini
tidaklah mengkhususkannya. Oleh karenanya, Imam Bukhari berdalil dengan hadits
ini dalam kitab Ad Da’awat atas kebolehan mengangkat kedua tangan secara mutlak
(umum) ketika berdoa.” (Tuhfah Al Ahwadzi, 2/201-202. Cet. 2. Maktabah As
Salafiyah, Madinah Al Munawarah)
Jika melihat berbagai riwayat yang ada, maka telah menjadi
fakta bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengangkat kedua tangan dalam
berbagai kesempatan doa bukan hanya istisqa’, ada pun mengangkat tinggi hingga
terlihat putih ketiaknya, konon hanya terjadi pada istisqa’.
Berkata Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لَا يَرْفَعُ يَدَيْهِ
فِي شَيْءٍ مِنْ دُعَائِهِ
إِلَّا فِي الِاسْتِسْقَاءِ وَإِنَّهُ
يَرْفَعُ حَتَّى يُرَى بَيَاضُ
إِبْطَيْهِ
“Adalah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam tidak pernah sedikit pun mengangkat tangan dalam berdoa kecuali ketika
istisqa’, dia mengangkat tangannya sampai terlihat putih ketiaknya.” (HR.
Bukhari No. 984)
Apa yang diceritakan oleh Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu
ini, tidaklah menggugurkan fakta bahwa nabi pernah mengangkat tangan ketika doa
lainnya. Ada pun berdoa sampai terlihat ketiaknya, menurut penuturan Anas bin
Malik hanya terjadi pada doa istisqa’. Tetapi, nampaknya tidak demikian. Telah
ada riwayat lain dengan sanad maushul (bersambung), yang tertera dalam Shahih
Bukhari, bahwa Abu Musa Al Asy’ari pernah melihat nabi berdoa mengangkat tangan
sampai terlihat ketiaknya, padahal itu bukan doa istisqa, melainkan doa ketika
terbunuhnya paman Abu Musa Al Asy’ari.
Berikut ini tercatat dalam Shahih Al Bukhari, Kitab Ad
Da’awat, sebagai berikut:
بَاب رَفْعِ الْأَيْدِي فِي
الدُّعَاءِ وَقَالَ أَبُو مُوسَى
الْأَشْعَرِيُّ دَعَا النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ
وَرَأَيْتُ بَيَاضَ إِبْطَيْهِ وَقَالَ
ابْنُ عُمَرَ رَفَعَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَدَيْهِ وَقَالَ اللَّهُمَّ إِنِّي
أَبْرَأُ إِلَيْكَ مِمَّا صَنَعَ خَالِدٌ
قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ
وَقَالَ الْأُوَيْسِيُّ حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ
يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ وَشَرِيكٍ
سَمِعَا أَنَسًا عَنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى رَأَيْتُ بَيَاضَ
إِبْطَيْهِ
Bab Mengangkat Kedua Tangan Ketika Doa. Berkata Abu Musa Al
Asy’ari: “Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdoa lalu mengangkat kedua
tangannya dan aku melihat ketiaknya yang putih.”
Berkata Ibnu Umar: “Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
mengangkat kedua tangannya dan berkata: “Ya Allah, aku bebaskan kepadamu dari
apa-apa yang dilakukan Khalid (bin Walid).”
Berkata Abu Abdillah, bercerita kepadaku Al Ausi, bercerita
kepadaku Muhammad bin Ja’far dari Yahya bin Sa’id dan Syarik, bahwa mereka
berdua mendengar Anas bin Malik, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang
mengangkat kedua tangannya sampai saya melihat ketiaknya yang putih.” (Selesai
kutipan dari Shahih Bukhari)
Dari riwayat ini, kita melihat bahwa Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam juga mengangkat tangan dalam berbagai momen sesuai hajatnya
dia berdoa.
Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar dalam Al Fath tentang riwayat
Abu Musa Al Asy’ari di atas:
هَذَا طَرَف مِنْ حَدِيثه
الطَّوِيل فِي قِصَّة قَتْل
عَمّه أَبِي عَامِر الْأَشْعَرِيّ
، وَقَدْ تَقَدَّمَ
مَوْصُولًا فِي الْمَغَازِي فِي
غَزْوَة حُنَيْنٍ
“Ini adalah akhir dari hadits yang
panjang yang mengisahkan tentang terbunuhnya pamannya yang bernama Abu ‘Amir Al
Asy’ari, dan telah dijelaskan bersambungnya sanad kisah ini dalam Al Maghazi,
pada bahasan Ghazwah Hunain (Perang Hunain).” (Fathul Bari, 11/141)
Penuturan Al Hafizh Ibnu Hajar menunjukkan bahwa berdoa
sampai terlihat ketiaknya yang putih, tidak hanya dilakukan nabi ketika
istisqa’. Wallahu A’lam
Mengangkat tangan dalam berbagai kesempatan doa
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
قدم الطفيل بن عمرو
الدوسي على رسول الله
صلى الله عليه وسلم،
فقال: يا رسول الله!
إن دوساً قدعصت وأبت،
فادع الله عليها! فاستقبل
رسول الله صلى الله
عليه وسلم القبلة ورفع
يديه- فظن الناس أنه
يدعو عليهم- فقال: “اللهم!
اهدِ دوساً ….
“Ath Thufail bin Amru Ad Dausi
datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu dia berkata:
“Wahai Rasulullah! Sesungguhnya suku Daus telah membangkang dan menolak, maka
doakanlah mereka!” Lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menghadap
kiblat dan mengangkat kedua tangannya –manusia menyangka bahwa Beliau mendoakan
mereka- dia berdoa: “Ya Allah, berikan petunjuk kepada suku Daus ….” (HR.
Bukhari dalam Adabul Mufrad. Lihat Shahih Adabul Mufrad, 478/611. Cet. 1,
1421H. Dar Ash Shiddiq)
Dari Ath Thufail bin Amru, tentang kisah seorang laki-laki
yang berhijrah bersamanya. Dalam kisah itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam berdoa:
اللهم وليديه فاغفر ورفع
يدي
ه
“Ya Allah, ampunilah kedua anaknya,”
dan dia mengangkat kedua tangannya.(HR. Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 6963,
katanya: shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim. Ibnu Hibban No. 3017. Abu
Ya’la No. 2175. Lihat juga Fathul Bari, 11/142. Al Hafizh mengatakan: sanadnya
shahih. Tetapi Syaikh Al Albani mendhaifkan dalam Dhaif Adabil Mufrad, 1/215.
Namun, Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya No. 116, tanpa menyebut: dia
mengangkat kedua tangannya. Begitu pula dalam riwayat Ahmad No. 14982, juga Al
Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 15613)
Dari ‘Ikrimah :
أنها رأت النبي صلى
الله عليه وسلم يدعو
رافعا يديه يقول: اللهم
إنما أنا بشر…
“Bahwa ‘Aisyah melihat Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdoa sambil mengangkat kedua tangannya: “Ya
Allah sesungguhnya saya ini hanyalah manusia …” (HR. Bukhari dalam Adabul
Mufrad. Syaikh Al Albani menshahihkan dalam Shahih Adabil Mufrad, 1/214. Fathul
Bari, 11/142. Al Hafizh mengatakan: shahihul isnad- isnadnya shahih)
Imam An Nasa’i juga meriwayatkan dari Az Zuhri bahwa Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika setelah melontar jumrah dengan tujuh
kerikil, dia mengangkat kedua tangannya untuk berdoa. (HR. An Nasa’i No. 3083.
Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan An Nasa’i No.
3083. Juga diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya No. 2972)
Dan masih banyak lagi doa nabi dengan mengangkat kedua
tangannya. Al Hafizh Ibnu Hajar telah mengumpulkannya dalam Fathul Bari, di
antaranya doa ketika gerhana, doa nabi untuk Utsman, doa nabi untuk Sa’ad bin
‘Ubadah, doa nabi ketika Fathul Makkah, doa nabi untuk umatnya, doa nabi ketika
memboncengi Usamah, dan lainnya. Semuanya dengan sanad shahih dan jayyid, dan
menyebutkan bahwa nabi mengangkat kedua tangannya ketika melakukan doa-doa
tersebut. (Fathul Bari, 11/142). Sedangkan Imam Asy Saukani mengatakan ada tiga
puluh hadits yang menceritakan mengangkat tangan ketika berdoa. (Nailul Authar,
3/322). Maka, keterangan ini mengkoreksi pihak yang mengatakan bahwa Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak mengangkat tangan ketika berdoa kecuali
ketika istisqa saja.
Doa Ketika Di Mimbar Khutbah Jumat
Jumhur ulama mengatakan tidak disyariatkan mengangkat kedua
tangan ketika berdoa dalam khutbah Jumat, bahkan ada yang mengatakan itu
sebagai perbuatan yang mengada-ada (bid’ah) . Sementara yang lain mengatakan
boleh mengangkat kedua tangan ketika berdoa dalam khutbah Jumat.
Alasannya adalah hadits `Umarah bin Ruaibah, bahwa ia
melihat Bisyr bin Marwan mengangkat kedua tangannya ketika di atas mimbar, lalu
ia (‘Umarah) berkata kepadanya:
قَبَّحَ
اللَّهُ هَاتَيْنِ الْيَدَيْنِ لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَا يَزِيدُ عَلَى
أَنْ يَقُولَ بِيَدِهِ هَكَذَا
وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ الْمُسَبِّحَةِ
“Semoga Allah memburukkan kedua
tanganmu ini. Sungguh aku telah melihat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam
tidak melebihkan tatkala sedang berdo’a selain seperti ini, sambil mengangkat
jari telunjuknya.” (HR. Muslim No. 874, Abu Daud No. 1104, At Tirmidzi No. 515)
Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan:
هذا فيه أن السنة
أن لا يرفع اليد
في الخطبة وهو قول
مالك وأصحابنا وغيرهم وحكى القاضي
عن بعض السلف وبعض
المالكية إباحته لأن النبي
صلى الله عليه وسلم
رفع يديه في خطبة
الجمعة حين استسقى
Pada kisah ini terdapat keterangan bahwa sunahnya adalah
tidak mengangkat tangan dalam khutbah, ini adalah pendapat Malik, para sahabat
kami (syafi’iyah), dan selain mereka. Al Qadhi menceritakan dari sebagian salaf
dan sebaglain Malikiyah, bahwa mengangkat tangan adalah boleh, karena Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah mengangkat tangannya ketika khutbah Jumat
saat minta hujan (istisqa). (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/162. Lihat juga
Imam Al ‘Aini, Syarh Abi Daud, 4/445)
Syaikh Hisamuddin ‘Afanah menjelaskan:
ولكن رفع الخطيب يديه
أثناء الدعاء ليس من
السنة بل هو بدعة
عند كثير من أهل
العلم.
قال شيخ الإسلام ابن
تيمية: [ويكره للإمام رفع
يديه حال الدعاء في
الخطبة لأن النبي – صلى
الله عليه وسلم – إنما
كان يشير بإصبعه إذا
دعا] . وقال العلامة ابن
القيم: [وكان – صلى الله
عليه وسلم – يشير بإصبعه
السبابة في خطبته عند
ذكر الله سبحانه وتعالى
ودعائه] ويؤيد ذلك ما
جاء في الحديث أن
عمارة بن رؤيبة رأى
بشر بن مروان رفع
يديه في الخطبة فقال:
[قبح الله هاتين اليدين
لقد رأيت رسول الله
– صلى الله عليه وسلم
– ما يزيد أن يقول
بيده هكذا وأشار بإصبعه
المسبِّحة] رواه مسلم . قال
الإمام النووي: [هذا فيه أن
السنة أن لا يرفع
اليد في الخطبة] Tetapi, seorang khatib mengangkat kedua
tangannya ketika berdoa bukanlah perbuatan sunah bahkan itu bid’ah menurut
mayoritas ulama. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: “Dimakruhkan seorang
imam mengangkat kedua tangannya ketika berdoa dalam khutbah karena Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika doa mengisyaratkan dengan jari
telunjuknya.” Al ‘Allamah Ibnul Qayyim berkata: “Dahulu Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam mengisyaratkan dengan jari telunjuknya dalam khutbahnya, baik
saat dzikir kepada Allah Ta’ala dan doa.” Hal ini didukung oleh hadits, bahwa
`Umarah bin Ru-aibah, melihat Bisyr bin Marwan mengangkat kedua tangannya
ketika di atas mimbar, lalu ia (‘Umarah) berkata kepadanya: “Semoga Allah
memburukkan kedua tanganmu ini. Sungguh aku telah melihat Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam tidak melebihkan tatkala sedang berdo’a selain seperti ini,
sambil mengangkat jari telunjuknya.” (HR. Muslim). Imam An Nawawi mengatakan:
“Pada hadits ini terdapat petunjuk bahwa sunahnya adalah tidak mengangkat kedua
tangan dalam khutba.” (Syaikh Hisamuddin ‘Afanah, Ittiba’ Laa Ibtida’, Hal.
139)
Imam Asy Syaukani juga mengatakan bahwa menurut hadits ini
dimakruhkan mengangkat kedua tangan ketika berdoa dalam khutbah dan itu bid’ah.
(Nailul Authar, 3/322)
Sementara ada pandangan lain dari Ath Thayyibi, bahwa maksud
kisah dalam hadits di atas bukanlah mengangkat tangan ketika berdoa dalam
khutbah, tetapi mengangkat tangan ketika berpidato dalam khutbah itu sendiri.
Imam Abu Thayyib Syamsul ‘Azhim Abadi menyebutkan dari Ath Thayyibi:
والمعنى
أي يشير عند التكلم
في الخطبة بأصبعه يخاطب
الناس وينبههم على الاستماع
Maknanya adalah mengisyaratkan dengan jari ketika berbicara
dalam khutbah, mengkhutbahi manusia dan memperingkatkan mereka untuk
mendengarkannya. (sumber belajar islam.com)