Dengan belajar dari kesalahan, kita bisa menjadi orang tua
yang lebih baik. Nah, Apakah Anda termasuk orang tua yang kerap melakukan salah
satu, beberapa, atau semua hal berikut ini? Bila ya, segera lakukan koreksi
agar anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi pribadi cerdas, terampil,
mandiri, dan ekspresif.
MEMAKSA ANAK MENGHENTIKAN AKTIVITASNYA
Di usia prasekolah, anak mulai menggemari kegiatan
mengasyikkan yang terfokus pada dirinya. Contoh, asyik menonton televisi atau
asyik mengutak-utik hobinya semisal menggambar. Saking asyiknya, si anak sampai
"lupa" waktu: waktu untuk makan, tidur, mandi, dan lainnya. Di sisi
lain, anak usia prasekolah memang belum paham mengenai konsep waktu sehingga
masih perlu diingatkan. Ia pun sedang dalam tahap belajar menyesuaikan diri
dengan aturan dan tuntutan yang ada di lingkungannya.
Sayangnya, banyak orang tua tak paham akan hal ini. Hingga
yang kerap terjadi, umumnya orang tua malah akan menyuruh anak untuk
menghentikan keasyikannya itu, "Kakak, ayo, menggambarnya udahan. Sekarang
waktunya mandi!" Jika si anak menolak, "Sebentar, Ma, dikit lagi,
nih!", orang tua pun memaksa, "Tidak! Sekarang sudah waktunya mandi,
jadi kamu harus mandi!" Padahal, sikap orang tua yang demikian hanya akan
membuat anak jadi tak punya otoritas terhadap diri sendiri karena anak tak
punya kemampuan memutuskan sendiri apa yang menjadi prioritasnya. Di masa
depan, tentu sulit bila anak tak punya kemampuan memutuskan apa yang penting
dan menjadi prioritas hidupnya.
TINDAKAN YANG BENAR:
Selama ini, memang orang tualah yang selalu membuatkan
jadwal untuk anak. Misal, jadwal mandi, makan dan tidur. Mengapa tidak memberi
mereka kesempatan pada anak untuk mengatur sendiri jadwalnya? Jikapun anak
masih melakukan aktivitas lain sehingga melanggar jadwal yang dibuatnya, orang
tua dapat memberinya pengertian, "Kak, sekarang, kan, sudah jam 5. Ayo,
jadwal Kakak, kan, jam 5 Mandi. Itu angkanya sudah jam 5, berarti kakak harus
mandi." Bila mereka masih ingin mengulur waktu, berikan tenggang yang tak
terlalu lama, "Oke, Mama kasih waktu 10 menit lagi, ya. Kalau jarum
panjang ini sudah sampai di angka 2 (pukul 5 lebih 10), berarti Kakak harus
berhenti menggambar, lalu mandi. Kalau ditunda lagi nanti kemalaman."
Beri juga pengertian, pentingnya menepati jadwal yang sudah
dibuat sendiri. Tentu orang tua juga tak boleh terlalu saklek. Bila hari libur,
jadwal anak boleh lebih santai. Sebaliknya, bila anak harus les atau diajak
pergi, terangkan lebih awal bahwa jadwalnya "terpaksa" berubah.
Contoh, "Kak, hari ini mandi sorenya jam 4, ya, karena Kakak akan Ibu ajak
pergi."
MENYUAPI MAKAN
Banyak orang tua masih kerap menyuapi anaknya makan. Umumnya
supaya si anak mau makan. Apalagi di usia prasekolah, kalau sedang asyik
menekuni sesuatu kegiatan, anak bisa sampai lupa waktu. Nah, daripada si anak
tertunda waktu makannya, maka orang tua pun menyuapinya sambil si anak tetap
asyik dengan aktivitasnya itu.
Padahal, jika anak tak dibiasakan makan sendiri, bisa-bisa
sampai di akhir usia prasekolah pun, si anak belum terampil makan sendiri.
Padahal, di usia 5 tahun harusnya anak sudah bisa makan sendiri, bahkan memotong
makanan dengan pisau.
Selain itu, dengan orang tua terbiasa menyuapi anaknya
makan, anak jadi tak mandiri. Bisa-bisa, mereka hanya mau makan bila disuapi
oleh ibu atau pengasuh. Nah, bila kebetulan ibu pergi atau si pengasuh repot,
tentu mereka tidak akan makan, kan?
Kesalahan ini sering juga bersumber pada anggapan, anak yang
gemuk mencerminkan orang tua yang pandai merawat. Bila si anak kurus, orang tua
takut dianggap tak perhatian pada anak. Itulah sebabnya, bila anak mulai
ogah-ogahan makan, orang tua pun panik. Selanjutnya, acara makan seringkali
menjadi ajang berantem antara orang tua dan anak, lantaran orang tua memaksa si
anak untuk makan.
Padahal, gemuk-kurusnya si anak tak dapat dijadikan patokan
untuk menilai "kepandaian" orang tua dalam merawat anak. Di sisi
lain, tak heran bila disuruh makan, ia lantas menolak. Jika dipaksa,
lambat-laun akan membuat anak mengasosiasikan acara makan sebagai suatu yang
tidak menyenangkan sehingga makannya malah makin susah. Padahal, kalau saja
orang tua tahu triknya, anak pasti akan makan. Yang penting kita yakin anak
tidak mau makan bukan karena sakit. Cirinya, meski tak mau makan, anak tetap
aktif melakukan kegiatannya.
TINDAKAN YANG BENAR:
Bila anak asyik menekuni sesuatu sampai lupa waktu makan,
orang tua harus menerangkan perlunya makan. Misal, "Kalau Kakak tidak mau
makan, Kakak akan sakit. Kalau Kakak sakit, nanti enggak bisa main dan ke
sekolah, loh. Kan, nanti juga enggak bisa main di sekolah."
Jika anak tak mau makan tapi tetap melakukan kegiatan,
berarti memang dia sedang memilih untuk menunda makannya. Tak usah memaksa,
taruh saja piring makanan di sebelahnya dan minta ia makan bila sudah selesai.
Atau, pada saat dia sedang asyik bermain, sediakan saja finger food/cemilan
yang mudah mereka comot tanpa harus meninggalkan keasyikannya. Sebaiknya selalu
sediakan cemilan sehat yang mengandung gizi cukup, semisal bakwan sayuran.
Setelah mereka bilang lapar, baru sediakan nasi beserta lauk pauk lengkap.
Trik lain, saat waktu makan tiba, bila perlu kita tawarkan
anak mau makan apa. Biasanya, kalau karena pilihannya sendiri, anak akan makan
dengan lahap.
TIDAK MENANGGAPI AJAKAN BERKOMUNIKASI
Sering karena sedang asyik memasak di dapur atau membaca koran,
kita "mengusir" anak yang ingin mengajak ngobrol. Padahal, di usia
prasekolah, otak anak selalu dipenuhi keingintahuan yang maunya segera dijawab,
tak peduli pada kesempatan apa pun.
Bila setiap saat anak mengeskpresikan keingintahuannya tapi
tak pernah direspons dengan tepat, maka rasa ingin tahu ini lama-lama terkikis
habis. Anak jadi malas bertanya, karena setiap kali bertanya, tak pernah
digubris orang tuanya.
Lebih parah lagi, anak jadi apatis. Pada setiap kesempatan,
dia tetap saja malas buka mulut karena tumbuh perasaan, dirinya mengganggu buat
orang tua. Di lain pihak, orang tua maunya anak selalu ingin tahu dan berani
mengekspresikan pikiran-pikirannya.
TINDAKAN YANG BENAR:
Harusnya, orang tua tak mematikan keingintahuan anak. Bila
anak bertanya di saat kita sedang repot atau sedang tak ingin diganggu, buatlah
kesepakatan dengan anak. Katakan padanya, misal, "Kak, Mama sedang repot
di dapur. Bagaimana kalau lima menit lagi?" Karena anak usia prasekolah
belum tahu konsep jam, gunakanlah weker. Benda ini wajib ada bila kita mulai
membuat kesepakatan dengan anak berdasarkan waktu. Tunjukkan dengan weker, jam
berapa (jarum pendek dan jarum panjang di angka berapa) ibu sudah bisa
diganggu. Tentu ibu harus konsekuen dengan waktu yang telah disepakati.
Melalui "kesepakatan weker", anak dilatih
kesabarannya tanpa kehilangan kesempatan berkomunikasi dengan orang tua.
Lama-kelamaan ia pun akan belajar, kapan waktu yang tepat untuk bertanya atau
mengobrol dengan orang tua. Misal, ibu tidak akan bisa ditanyai kalau sedang di
dapur atau baru saja pulang kantor. Atau, ayah tak mau diganggu bila sedang
baca koran. Anak juga akan belajar menghormati privasi dan kesibukan orang
lain. (bersambung lihat bagian dua )
0 komentar:
Posting Komentar