Hari Raya Idul Fitri sebagai hari kemenangan dan kebesaran
umat Islam telah pergi meninggalkan kita semua. Setelah sebulan lamanya umat
Islam ditempa dan diuji tingkat keimanan dan ketakwaan yang dibalas Allah SWT
oleh pahala yang berlipat-lipat dan pengampunan dosa, kini bulan sejuta hikmah
dan anugerah itu pun telah berlalu.
Pertanyaannya, masihkah tingkat keimanan kita pada
bulan-bulan berikutnya selevel dengan saat beribadah puasa pada bulan Ramadhan?
Dalam tinjauan terminologi, kata "idul fitri" mengandung dua makna.
Pertama, kembali kepada keadaan umat Islam dihalalkan makan dan minum pada
siang hari. Kedua, kembali kepada fitrah manusia yang suci setelah sebulan
lamanya diuji iman dan takwanya. Ila al-fitroti min al-a'idin wa anil hawa wa
as-syayatin min al-fi'zin. Artinya, kita kembali kepada fitrah (suci) dan kita
telah menang dari hawa nafsu dan setan.
Hari Raya Idul Fitri mencerminkan tiga sikap yang mesti
dimiliki setiap Muslim. Pertama, mempertahankan nilai-nilai kesucian yang
diraih umat Islam pada hari fitri. Berlalunya momentum puasa hendaknya tidak
dijadikan sebagai kembalinya manusia ke kebiasaan dan perilaku yang jauh dari
perintah Allah atau malah dekat dengan segala larangan-Nya.
Allah SWT berfirman dalam surah Ali Imran ayat 102, "Wahai,
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa
kepada-Nya dan janganlah kamu mati, kecuali dalam keadaan Muslim."
Kedua, berharap bahwa Allah SWT akan mengampuni dosa-dosa
umat Islam yang telah lalu dan meminta selalu dibimbing agar dijauhkan dari
perbuatan dosa pada kemudian hari. Allah akan mengampuni segala dosa kaum
Muslim yang pada bulan Ramadhan melaksanakan ibadah puasa dan derivasinya
secara bersungguh-sungguh.
Ketiga, hendaknya melakukan evaluasi dan kontemplasi diri
bahwa ibadah puasa kita sudah sesuai dengan apa yang diharapkan Allah SWT.
Jangan sampai kita seperti yang disabdakan Nabi SAW, "Banyak sekali orang
yang berpuasa, yang puasanya sekadar menahan lapar dan dahaga."
Dengan berakhirnya Ramadhan, bukan berarti kita mengendorkan
kualitas dan kuantitas ibadah kita kepada Allah. Sebaliknya,
"sekolah" Ramadhan yang telah berlalu sepatutnya dijadikan sebagai
wahana pembelajaran untuk semakin meningkatkan kadar ibadah kita.
Mari, kita sama-sama meraih kemenangan Ramadhan pada Idul
Fitri ini Isi lembaran baru dalam keseharian kita dengan identitas baru
sebagai orang yang bertakwa.
Kita bisa memulainya dengan berpuasa enam hari di bulan
Syawal. Seperti diriwayatkan Abu Aiyub al-Anshari, Nabi Saw bersabda, barang
siapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan diiringi dengan enam hari bulan Syawal,
seolah-olah ia telah berpuasa sepanjang masa.
Oleh: Yuyu Yuhannah.
Sumber: http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/10/09/15/134756-membuka-lembaran-baru-setelah-lebaran-usai
0 komentar:
Posting Komentar