Keberadaan Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga yang berada di bawah Ditjen PAUD-DIKMAS Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sangat strategis. Pasalnya, Direktorat Bindikel ini mempunyai target sasaran mulai dari lembaga pendidikan nonformal, seperti SKB, PKB, dan LKP serta lembaga pendidikan formal, mulai dari tingkat Pendidikan Anak usia Dini (PAUD) sampai tingkat SMA/SMK.
Diakui Dirjen PAUD dan DIKMAS, Ir. Harris Iskandar PhD, urusan pembinaan keluarga ini sudah dilakukan beberapa kementerian dan lembaga, seperti di Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), di Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial dan juga di Kementerian Koordinator Pembedayaan Perempuan serta di Komisi Perlindungan Anak Indonesia. “Tapi yang target audiencenya terluas adalah Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga karena menyasar semua keluarga yang punya anak atau peserta didik di sekolah, “katanya saat pembukaan Rapat Koordinasi Penyelenggaraan Pendidikan Keluarga di Bogor (5/10/2015).
Tujuan pembinaan pendidikan keluarga ini adalah supaya anak mendapatkan pendidikan yang paling optimal. Strateginya, Trisentra pendidikan seperti yang digagas Ki Hajar Dewantara, yakni keluarga, sekolah dan masyarakat harus kompak, koheren, punya sinyal yang sama “Contohnya kebiasaan belajar, orang tua harus mendisiplinkan anak di rumah, jangan dibiarkan begitu saja sehingga apa yang dibangun disekolah, hancur begitu saja, “ujarnya
Esensi pendidikan keluarga adalah untuk membina para orang tua sebagai pendidik utama dan pertama, namun dibalik itu juga paling tidak siap untuk jadi pendidik. “Tidak ada sekolah untuk orang tua, selama ini orang tua mendidik anak hanya berdasarkan pengalaman dan apa kata orang. “ Orang tua perlu dipersiapkan. Orang tua yang berpendidikan sarjana mungkin sudah siap, tapi bagaimana dari masyarakat marginal, ini sangat rentan. Menerima informasi seadanya, jadi mendidik anak seenaknya, “katanya.
Harris mempercayai, di seluruh Indonesia, ada banyak kisah sukses keluarga yang mendidik anak-anaknya. “Ini perlu ditularkan sehingga kita kaya akan pola pengasuhan, pola pendidikan, bagaimana mendidik orang tua yang kurang terdidik, jauh dari akases pengetahuan, ‘tambahnya.
Dalam pembinaan pendidikan keluarga ini, menurut Harris, perlu pelibatan publik, seperti menggandeng NGO/LSM, sehingga pekerjaan pemerintah jadi ringan, professional, lebih akuntabel, dan transparan.
Rakor tersebut bertujuan untuk mensosialisasikan Program kerja Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga, koordinasi penetapan 5000 satuan pendidikan yang akan jadi percontohan pendidikaan keluarga, penetapan 600 satuan pendidikan untuk penguatan ekosistem pendidikan, Identifikasi pelatih untuk Training of Trainers, serta penetapan jadwal bimbingan teknis di semua propinsi yang akan berlangsung pada November 2015 mendatang.
“Jumlah peserta sekitar 300 orang dari 100 kabuopaten/kota di 34 propinsi. Ada beberapa peserta dari beberapa propinsi yang terlambat hadir karena wilayahnya terhambat asap kebakaran hutan, “kata Dr. Sukiman, Direktur Pembinaan Pendidikan Keluarga. (Yanuar )
sumber:http://paudni.kemdikbud.go.id/berita/7389.html
Diakui Dirjen PAUD dan DIKMAS, Ir. Harris Iskandar PhD, urusan pembinaan keluarga ini sudah dilakukan beberapa kementerian dan lembaga, seperti di Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), di Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial dan juga di Kementerian Koordinator Pembedayaan Perempuan serta di Komisi Perlindungan Anak Indonesia. “Tapi yang target audiencenya terluas adalah Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga karena menyasar semua keluarga yang punya anak atau peserta didik di sekolah, “katanya saat pembukaan Rapat Koordinasi Penyelenggaraan Pendidikan Keluarga di Bogor (5/10/2015).
Tujuan pembinaan pendidikan keluarga ini adalah supaya anak mendapatkan pendidikan yang paling optimal. Strateginya, Trisentra pendidikan seperti yang digagas Ki Hajar Dewantara, yakni keluarga, sekolah dan masyarakat harus kompak, koheren, punya sinyal yang sama “Contohnya kebiasaan belajar, orang tua harus mendisiplinkan anak di rumah, jangan dibiarkan begitu saja sehingga apa yang dibangun disekolah, hancur begitu saja, “ujarnya
Esensi pendidikan keluarga adalah untuk membina para orang tua sebagai pendidik utama dan pertama, namun dibalik itu juga paling tidak siap untuk jadi pendidik. “Tidak ada sekolah untuk orang tua, selama ini orang tua mendidik anak hanya berdasarkan pengalaman dan apa kata orang. “ Orang tua perlu dipersiapkan. Orang tua yang berpendidikan sarjana mungkin sudah siap, tapi bagaimana dari masyarakat marginal, ini sangat rentan. Menerima informasi seadanya, jadi mendidik anak seenaknya, “katanya.
Harris mempercayai, di seluruh Indonesia, ada banyak kisah sukses keluarga yang mendidik anak-anaknya. “Ini perlu ditularkan sehingga kita kaya akan pola pengasuhan, pola pendidikan, bagaimana mendidik orang tua yang kurang terdidik, jauh dari akases pengetahuan, ‘tambahnya.
Dalam pembinaan pendidikan keluarga ini, menurut Harris, perlu pelibatan publik, seperti menggandeng NGO/LSM, sehingga pekerjaan pemerintah jadi ringan, professional, lebih akuntabel, dan transparan.
Rakor tersebut bertujuan untuk mensosialisasikan Program kerja Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga, koordinasi penetapan 5000 satuan pendidikan yang akan jadi percontohan pendidikaan keluarga, penetapan 600 satuan pendidikan untuk penguatan ekosistem pendidikan, Identifikasi pelatih untuk Training of Trainers, serta penetapan jadwal bimbingan teknis di semua propinsi yang akan berlangsung pada November 2015 mendatang.
“Jumlah peserta sekitar 300 orang dari 100 kabuopaten/kota di 34 propinsi. Ada beberapa peserta dari beberapa propinsi yang terlambat hadir karena wilayahnya terhambat asap kebakaran hutan, “kata Dr. Sukiman, Direktur Pembinaan Pendidikan Keluarga. (Yanuar )
sumber:http://paudni.kemdikbud.go.id/berita/7389.html
0 komentar:
Posting Komentar