PENIGKATAN GIZI

Peningkatan Kesadaran Gizi Ibu dan Balita; Sosialisasi PP Muslimat NU dan Yaici di Palembang Sumatera Selatan

Dra.Hj.Khofifah Indar Parawansa, M.Si.

Mengarungi Kisah Inspiratif Hj Khofifah Indar Parawansa

MANASIK HAJI

Pembelajaran Manasik Haji Kecil TKTA Tarbiyatul Athfal41 Semarang pada Tgl.8 Oktober 2015 di Islamic Center Semarang

Pelatihan Penguatan Keaswajaan Da’iyah Muslimat NU

Penguatan Keaswajaan Bagi Da’iyah Muslimat NU DKI Jakarta

Ketua NU Kota Semarang

Ketua Tanfidziyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Semarang, Dr. KH. Anasom MHum

Senin, 31 Agustus 2015

Sebelum Si Kecil Masuk TK, Ada 3 Keterampilan yang Harus Dikuasai

Ketakutan orangtua pada anaknya saat masuk TK memang wajar, maklum ini kali pertama anak masuk dunia semi formal. Biasanya orangtua takut anak tidak memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan teman dan lingkungan sekolah, juga tidak bisa mengurus dirinya.

Sebenarnya skills atau kemampuan-kemampuan apa saja yang musti dipersiapkan orangtua, supaya anak prasekolah siap memasuki jenjang TK? Berikut 3 kemampuan utama yang sebaiknya dimiliki anak saat hendak masuk TK:

1. Kemampuan anak untuk duduk tenang
salah satu kegiatan yang akan banyak dilakukan anak usia prasekolah di kelas TK adalah duduk bersama untuk mendengarkan cerita atau bernyanyi bersama. Kegiatan duduk bersama ini bertujuan untuk membuat anak lebih tenang, sekaligus membantu melatih konsentrasi anak.

Cara melatih:
      Persiapan yang harus ibu lakukan agar si kecil betah duduk anteng bersama teman-temannya di kelas, yaitu dengan melatih anak duduk bersama sambil membaca cerita atau bernyanyi di rumah. Bisa juga dengan membiasakan anak untuk duduk tenang terlebih dahulu saat ingin memberinyasnack atau makan, sehingga anak akan belajar, ia harus duduk dahulu sebelum  boleh memakan makanannya.

2. Kemampuan Mandiri

        Melatih anak mandiri merupakan salah satu skills yang harus dipersiapkan ibu saat anak masuk prasekolah/TK. Seperti; mengikat tali sepatu sendiri, memakai dan melepas celana anak sendiri saat ingin buang air kecil atau besar, serta menyiapkan peralatan sekolahnya sendiri.   

Cara melatih:
        Ibu dapat melatih kemandirian si kecil dengan cara yang menyenangkan, misalnya dengan bermain role play seolah kita dan si prasekolah sedang berbelanja baju di mal, dimana anak akan belajar membuka dan memakai baju sendiri.

3. Kemampuan Berbagi

        Berbagi adalah salah satu hal yang paling sulit dipelajari anak. Karena itu, untuk mengajarkan berbagi padanya, pertama orangtua harus menjadi contoh berbagi yang baik bagi anak.

Tapi di sekolah merupakan tempat alamiah bagi si prasekolah belajar berbagi, jadi kita tidak perlu terlalu bersikeras dalam hal ini. Yang perlu dilakukan hanya melatih anak untuk meminta terlebih dahulu mainan yang diinginkan dari temannya secara baik-baik, bukan dengan cara merebut.

Dengan menguasai 3 kemampuan ini, anak akan mudah beradaptasi saat masuk taman kanak-kanak. 

6 Sebab Si Kecil Bersikap Acuh

Anak usia prasekolah yang melakukan Gerakan Tutup Kuping (GTK), sebenarnya wajar karena anak usia ini masih egosentris. Misal, saat anak asyik dengan mainan baru, Anda menyuruhnya mandi, dia tidak mau mendengarkan. Jika hal ini hanya terjadi sesekali, itu masih dianggap wajar. Kala itu ia hanya memikirkan kesenangannya sendiri (egosentris) dan sedang euforia dengan mainan baru.

Akan tetapi, bila perilaku kuping itu berlangsung terus menerus, tentu perlu diwaspadai dan ditindaklanjuti. Anak selalu tak acuh saat orangtuanya memintanya untuk tidak berkelahi dengan adik. Anak selalu tak menghiraukan orangtuanya saat diminta berhenti menonton televisi, bahkan ia malah menangis atau tantrum. 

Menurut Ine Indriani Aditya, MPsi, psikolog anak dari SATU Consulting ada beberapa kemungkinan penyebab perilaku seperti ini pada anak prasekolah.

1. Bentuk protes terhadap hal yang tak disukainya.
Umpama, anak kesal karena orangtuanya sering tidak menepati janji bermain bersama. Sebagai balasan, ia protes melakukan tindakan pasif-agresif dengan tidak mau mendengarkan orangtuanya. Apa pun yang orangtua perintahkan anak tidak menuruti.

2. Sebagai cara mencari perhatian atau sebagai bentuk kekecewaan.
Karena orangtua terlalu sibuk dengan pekerjaan di kantor, dan tidak ada waktu bermain bersama, si kecil mencari perhatian dengan cara menutup kuping. Bila anak tidak mau mendengarkan, tentu orangtua akan terus menerus berfokus pada diri anak dengan tujuan membujuk terus si anak untuk mendengarkannya. Tujuan si anak pun tercapai, yaitu dirinya mendapatkan perhatian orangtuanya. 

3. Orangtua tidak konsisten.
Aturan yang tidak konsiten membuat anak abai terhadap apa yang dikatakan orangtua. Misal, orangtua membuat aturan tentang jam menonton televisi, tetapi aturan tersebut terkadang dijalankan, terkadang tidak. Ujung-ujungnya membuat anak bingung, apakah orangtua benar-benar menerapkan peraturan ini atau tidak. Tak heran, ketika orangtua melarang anak, untuk tidak menonton televisi, anak pun mengabaikannya padahal ia tahu orangtuanya bisa saja berubah pikiran dan memperbolehkan untuk menonton.

4. Orangtua tidak suka mendengarkan anak dan bicara searah.
Ada orangtua yang sering berbicara atau menegur, menyuruh hingga harus berkali-kali bahkan berteriak meminta anak untuk mendengar atau menurutinya. Di sisi lain, anak bolak-balik mengeluh atau membutuhkan sesuatu, tetapi tidak pernah didengar/ditanggapi orangtua. Kasus seperti ini banyak terjadi. Jadi, bagaimana mungkin anak mau mendengarkan orangtua dengan baik, sementara orangtua tidak memberikan contoh konkret tentang bagaimana menjadi pendengar yang baik? 

Ingat, anak cenderung meniru perilaku orangtua. Bila orangtua mampu menjadi pendengar yang baik, selalu bersedia menerima keluh kesah anak, tanpa disuruh, ia akan cenderung meniru perilaku orangtua, yaitu sigap mendengarkan orangtua dan orang lain. Sebaliknya, bila orangtua tidak pernah mendengarkan anak, tak berempati terhadap perasaan anak, dan berbicara satu arah tanpa diskusi, maka tak perlu heran jika anak menjadi pengikut GTK.

5. Orangtua terlalu memanjakan atau "mengiyakan" semua keinginan anak.
Jangan salah, mengiyakan semua permintaan anak juga membuat si anak menjadi pribadi egois yang tidak mau mendengarkan perintah atau aturan, terutama terkait dengan hal-hal yang tak mau ia lakukan. Karena terbiasa semua keinginan dituruti, apa yang diminta/disuruh/dilarang orangtua, akan diabaikan oleh anak. Karena ia berpikiran, "Bila aku tidak mengerjakan atau mengikuti keinginan Ayah Ibu, aku oke oke saja tuh."

6. Anak memiliki masalah emosional atau stres.
Ketika anak memiliki masalah dan emosi yang tidak stabil, ia berperilaku negatif. Salah satunya tidak mau mendengarkan orangtua atau guru. Bisa juga karena tuntutan orangtua yang terlalu besar. Misalnya, di usia prasekolah, anak sudah diikutkan oleh berbagai les. Ini membuat anak kelelahan dan akhirnya menolak semua yang disarankan/dinasehati orangtuanya, karena menganggap orangtuanya telah membuatnya lelah.


(Tabloid Nakita/Hilman Hilmansyah)

Melatih Anak Bersabar Menunggu

Di sebuah taman yang indah di Paris, seorang ibu berpenampilan menarik dengan gaya modis, terlihat asyik menikmati waktu bersama anaknya berusia lima. Sang ibu duduk membaca buku, sementara si kecil sibuk bermain. Beberapa saat kemudian, sang anak mendatangi ibunya dan berkata, "Ibu", sebelum melanjutkan perkataannya, anak lima tahun ini menunggu ibunya memalingkan wajah dari buku kepada dirinya. Lalu ia melanjutkan, "Mau jajan". Dengan tenang sang ibu berkata, "Kamu hanya dapat satu kali jatah jajan hari ini, dan itu masih satu jam lagi." Sang anak memahami, dan ia melanjutkan bermain.
Peristiwa ini bukan fantasi dan bisa dialami semua ibu dan anak di mana saja. Pamela Druckerman, penulis best seller dan pengelola workshop pengasuhan anak di Amerika Serikat mengatakan sikap mental orangtua yang tenang dan anak yang bebas tantrum seperti ini kerap ia temui saat pindah ke Paris. Menurutnya, para orangtua di Perancis melatih sikap mental anak seperti ini sejak belia.

Anda pun bisa melatih si kecil sejak belia untuk memiliki sikap mental seperti ini dengan tiga cara.

1. Beri anak kesempatan latihan menunggu.
Menumbuhkan sikap sabar pada anak membutuhkan latihan terus menerus. Berikan kesempatan pada anak Anda untuk berlatih sabar dan menunggu. Para peneliti menemukan bahwa anak yang sabar menunggu adalah mereka yang memiliki kemampuan mengalihkan perhatian. Misalnya, dengan bernyanyi atau melakukan aktivitas seru di depan cermin saat mereka harus menunggu sesuatu misalnya.

Orangtua di Perancis telah mempraktikkan ini. Mereka tidak mengajarkan anaknya untuk menemukan cara mengalihkan perhatian. Anak terlatih dengan sendirinya untuk mengalihkan perhatian, dengan sikap sederhana dari orangtuanya, yakni orangtua sering mengatakan "Tunggu ya", saat anak mulai meminta sesuatu. Anak akan meresapi kata-kata "Tunggu" dan mencari cara atau aktivitas lain selama menunggu hingga akhirnya orangtuanya meresponsnya atau memenuhi permintaannya.

2. Beri kepercayaan anak bisa mengontrol sikapnya.
Kuncinya adalah berikan kepercayaan kepada anak. Yakinlah bahwa anak bisa bertanggung jawab. Hal ini juga perlu latihan. Bisa dimulai dengan cara-cara sederhana. Misalnya, saat anak mengambil buku di lemari dan menaruhnya sembarangan, minta anak untuk mengembalikan buku ke lemari. Minta anak melakukan apa yang Anda mau dengan sabar dan jangan lupa kontak mata.

Berikan contoh sesering mungkin pada anak. Misal, saat anak memetik buah anggur satu persatu dan menjatuhkannya ke lantai, tunjukkan kepada anak untuk mengembalikan anggur itu ke dalam mangkuk di atas meja. Tunjukkan caranya dan biarkan anak melanjutkannya merapikan buah anggur tersebut.

Ajarkan anak mengenai batasan, namun tunjukkan pula cinta Anda saat melatih mental anak. Anak butuh cinta juga butuh ketegasan. Kalau anak hanya mendapatkan cinta tanpa belajar adanya batasan dari perilakunya, anak akan menjadi tiran cilik.

3. Merespons anak dengan penuh kesabaran.
Orangtua juga harus bersabar untuk mengajari anak kesabaran. Misal, saat Anda sedang di dapur memasak telur untuk sarapan, si kecil meminta kertas toilet. Jelaskan secara perlahan, bahwa Anda akan mengambil kertas toilet dalam beberapa menit lagi.

Saat Anda sedang sibuk melakukan aktivitas, dan anak meminta sesuatu, tunjukkan kepada anak apa yang sedang Anda lakukan dan minta ia melakukan hal yang sama. Cara ini akan membuat anak memahami dan belajar bahwa ia harus menunggu, sekaligus juga melatih anak untuk tidak merengek saat meminta sesuatu.

Dengan merespons perilaku anak lebih tenang, Anda sedang mengajarkan anak bahwa ia bukan satu-satunya pusat perhatian. Dengan begitu anak memahami bahwa ada hal lain di luar dirinya yang juga harus diperhatikan. Anak pun terlatih untuk tidak memaksakan keinginannya, belajar menunggu saat meminta sesuatu kepada orangtuanya yang sedang melakukan hal lain.


Jumat, 28 Agustus 2015

Orang Tua Jadi Contoh Anak Merawat Gigi

ORANG tua yang rutin memeriksakan gigi ke dokter lebih cenderung membawa anak mereka menjalani pemeriksaan serupa.
Studi Dr Inyang Isong, peneliti di Pusat Kebijakan Kesehatan Anak dan Remaja di Rumah Sakit Umum Massachusetts, AS, menemukan sekitar 86% dari anak-anak yang orang tuanya rajin mengunjungi dokter gigi, juga menjalani perawatan serupa. Bandingkan dengan hanya sekitar 63% di kalangan anak-anak yang orang tuanya tidak mengunjungi dokter gigi
Studi Isong menggunakan data dari Studi Wawancara Kesehatan Nasional AS terhadap 6.107 anak berusia 2-17 tahun dan orang tua mereka. Sebanyak 77% anak-anak dan 64% orang tua dalam survei itu mengunjungi dokter gigi di tahun sebelumnya. “Strategi mempromosikan kesehatan mulut dan gigi harus fokus pada keluarga secara keseluruhan,” saran Isong.
Menurut Mary Hayes, juru bicara Asosiasi Dokter Gigi Amerika (ADA), hasil studi ini sesuai dengan apa yang sering ia temui saat praktik.

ADA menganjurkan agar anak-anak dibawa ke dokter gigi saat mencapai ulang tahun pertama.

Ketika Anak-anak Mengalami Depresi

 Anda patut curiga jika mendapati buah hati yang biasanya ceria tiba-tiba menjadi mudah sedih, murung, dan suka menyendiri. Bukan mustahil, anak Anda saat itu terkena depresi.
Depresi adalah penyakit suasana hati yang ditunjukkan dengan perasaan sedih yang mendalam. Penyebabnya bermacam-macam. Bisa karena rasa kehilangan, rasa bersalah, atau akibat kejadian sedih lainnya yang kadarnya berlebihan dan terjadi dalam jangka waktu lama.
Contohnya adalah perceraian atau kematian orangtua. “Itu bisa menjadi pemicu timbulnya depresi pada anak,” ujar Chatarina W Moeljadi, psikolog Sanggar Kreativitas Bobo.
Anak usia sekolah juga lebih rentan terkena depresi. Pencetusnya bisa karena beban pelajaran di sekolah yang terlalu berat. “Depresi pada anak bisa terjadi pada semua usia. Tapi, paling banyak terjadi pada anak yang emosinya belum stabil, yaitu anak usia sekolah,” imbuh Naomi Esthernita, dokter spesialis anak di Rumah Sakit Cikarang Hospital di Cikarang, Jawa Barat.
Anak-anak pada usia sekolah memang lebih gampang mengalami depresi. Contohnya, anak-anak yang sering pindah sekolah karena mengikuti kepindahan tugas orangtuanya. Bagi anak yang sulit beradaptasi, dampak negatif berpindah-pindah sekolah itu tidak bisa dianggap sepele. “Anak bisa stres berat,” ujar Chatarina.
Tanda-tanda yang tampak umumnya adalah prestasi di sekolah yang menurun drastis. Untuk itu, orangtua harus ekstra hati-hati karena hal ini bisa berujung pada depresi anak.
Tanda-tanda depresi
Ada beberapa tanda anak depresi yang perlu Anda ketahui. Di antaranya sering menangis, lebih cepat marah, dan menjadi tidak berminat pada kegiatan yang dulu
disukainya. Misalnya, yang tadinya suka bermain bola tiba-tiba menjadi enggan bermain dengan alasan yang tidak jelas.
Ketika terjadi depresi, anak cenderung menarik diri dari keluarga dan teman-temannya. Anak juga menjadi sulit berkonsentrasi, menjadi pelupa, dan mengalami gangguan tidur. Gangguan tidur itu bisa berupa insomnia, tidur gelisah, atau berkurangnya durasi tidur.
Beberapa tanda itu mungkin mengindikasikan gejala awal dari gangguan emosional yang lebih serius, termasuk depresi dan gangguan cemas. Bagi anak-anak di bawah umur lima tahun atau balita, tanda-tanda depresi bisa dideteksi dari perkembangan mayor yang terhambat. Misalnya anak belum bisa berjalan dan berbicara saat anak lain dengan usia yang sama sudah bisa melakukannya.
Kecenderungan depresi akan meningkat jika si anak berasal dari keluarga yang pernah mengalami depresi. “Misalnya orangtuanya pernah mengalami depresi, maka kemungkinan anaknya juga gampang terkena depresi,” kata Chatarina.

Selain faktor keluarga, masalah lingkungan juga ikut menentukan. Contohnya, anak yang pernah mengalami pelecehan secara fisik dan verbal lebih cenderung terkena depresi. Begitu juga dengan anak-anak yang memiliki sejarah pemakaian obat-obatan dalam keluarganya.

“Bahkan, jika sering dimarahi oleh orangtuanya, itu bisa memicu anak menjadi terkena depresi,” kata Chatarina.

Secara fisik, anak penderita depresi menjadi hilang nafsu makan yang menyebabkan tubuhnya kurus dan kehilangan energi. Keluhan lain, anak sering mengalami sakit perut dan pusing. “Itu terjadi jika kondisi fisik si anak tidak kuat sehingga rentan terkena penyakit, seperti diare, demam, bahkan asma,” kata Inna Mutmainnah, seorang psikolog dan pemerhati anak dan keluarga. (



Sumber: http://edukasi.kompas.com/read/2010/02/04/10200690/Ketika.Anak.anak.Mengalami.Depresi

Kamis, 27 Agustus 2015

Direktorat Jenderal Lakukan Pemutakhiran Data

 Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (Ditjen PAUD dan Dikmas) melakukan pemutakhiran data pokok pendidikan (Dapodik) lembaga untuk meningkatkan layanan kepada masyarakat. Pada tahun ini, pemutakhiran data akan terfokus pada data lembaga PAUD, dan pada tahun 2016 akan dikembangkan untuk data lembaga pendidikan nonformal. 

"Pada tahun 2018 Dapodik lembaga PAUD dan pendidikan masyarakat diharapkan dapat sepenuhnya menyajikan data yang lengkap, akurat dan seketika," ujar Kepala Bagian Perencanaan dan Penganggaran, I Gede Panca pada pembukaan kegiatan Pendataan PAUD Terintegrasi Dapodik, di Medan (19/8). Kegiatan tersebut diselenggarakan di kantor BP-PAUDNI Regional I Medan hingga 2 Agustus 2015.

Pada kegiatan tersebut, tim dari Ditjen PAUD dan Dikmas melatih penggunaan aplikasi Dapodik kepada para peserta kegiatan yang berasal dari berbagai daerah. Panca menuturkan,  data merupakan elemen yang sangat penting dalam pendidikan. Data lembaga, pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik serta data substansi pendidikan merupakan dasar bagi perencanaan, pelaksanaan dan pembinaan program.

Dapodik menjadi bagian dari Kebijakan Reformasi Birokrasi Internal (RBI) di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pengembangan Dapodik merupakan upaya untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan di semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan. Dapodik telah terbukti dapat diterapkan dan dijadikan sebagai basis data dalam pengembangan program di Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Menengah.

Dapodik telah mencakup semua komponen data pokok yang bersifat individual, sehingga duplikasi data dapat dihindarkan. Selain itu data Dapodik dapat saling terkait (relasional) antara lembaga/satuan pendidikan, PTK dan peserta didik. "Data Dapodik juga dapat ditelusuri keberlanjutannya dari PAUD sampai Sekolah Menengah dengan menggunakan kode nomor unik, baik bagi satuan pendidikan, pendidik maupun peserta didik (NISN)," urai Panca. 

Untuk dapat menyajikan data yang lengkap, akurat dan seketika dibutuhkan dukungan dan kerja sama pemerintah daerah. Dengan dukungan tersebut, maka data yang tersedia di pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota dan lembaga/satuan pendidikan akan saling terhubung. "Sehingga satu nusa, satu bangsa, satu bahasa, dan satu data dapat terwujud," ucapnya. 


Sumber: http://paudni.kemdikbud.go.id/berita/7279.html


Kamis, 20 Agustus 2015

Partisipasi PAUD Indonesia Melampaui Rerata Dunia

JAKARTA,  Angka Partisipasi Kasar (APK) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Indonesia berhasil melampaui rerata dunia. Pada tahun 2012, APK PAUD dunia sebesar 54 persen, sedangkan APK PAUD Indonesia telah mencapai 63 persen.
Hal tersebut berdasarkan data UNESCO Institute for Statistic 2014 yang dirilis beberapa waktu lalu. Data tersebut juga menggambarkan bahwa APK PAUD Indonesia mengungguli rerata APK PAUD di Asia Tenggara.
APK merupakan proporsi peserta didik PAUD terhadap jumlah anak di suatu wilayah atau suatu negara. Jadi misalkan sebuah wilayah memiliki 1.000 anak PAUD berusia 3-6 tahun, dan terdapat 700 anak yang mengikuti program PAUD. Maka APK PAUD wilayah tersebut adalah 70 persen.
Keikutsertaan anak-anak Indonesia dalam program PAUD terus melesat setiap tahun. Pada awal pengembangan program PAUD di tahun 2000, APK PAUD masih berada di angka 24 persen. Lantas terus tumbuh setiap tahun.
Pada tahun 2005 APK PAUD di Indonesia mencapai 47 persen. Pada periode yang sama, rerata APK PAUD di dunia sebesar 41 persen, dan Asia Tenggara sebanyak 36 persen. Di tahun 2012, APK PAUD di Indonesia telah melesat menggungguli rerata PAUD di dunia. "Peran Bunda PAUD sangat besar dalam peningkatan angka partisipasi setiap tahun," ucap Direktur Pembinaan PAUD Ella Yulaelawati, Rabu (19/8).
Ella menuturkan meskipun alokasi anggaran pemerintah pusat untuk program PAUD cenderung menurun setiap tahun, namun peran serta masyarakat, pemerintah daerah, perusahaan swasta dan BUMN sangat besar.   
Banyak lembaga PAUD yang tumbuh dari hasil swadaya masyarakat. Mereka makin menyadari bahwa PAUD sangat penting sebagai pondasi anak untuk memasuki pendidikan selanjutnya.

Oleh:Yohan Rubiyantoro/HK):

Sumber:http://paudni.kemdikbud.go.id

Senin, 17 Agustus 2015

Gagal Mendidik Anak Bukan Karena Kurang Kasih Sayang Semata

Kegagalan orangtua dalam mendidik anak bukan semata-mata disebabkan karena mereka kurang memberikan kasih sayang kepada putra-putrinya. Melainkan karena para orangtua belum tahu cara mengasuh dan mendidik anak dengan baik dan benar.
Hal tersebut disampaikan oleh Pendiri Komunitas Rumah Pencerah, Fery Farhati pada Rapat Koordinasi Kebijakan dan Program Pendidikan Keluarga,di Bogor,Selasa (11/8).
“Menjadi orangtua adalah profesi sepanjang masa. Namun, tidak ada sekolah formal yang mengajarkan cara untuk menjadi orangtua yang baik,” urai Fery yang merupakan pegiat parenting atau pendidikan keorangtuaan.
Oleh sebab itu, program pendidikan keluarga sangat penting untuk diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Orangtua harus memiliki ilmu mendidik anak agar mampu mencetak generasi yang kuat. “Anak-anak usia dini saat inilah yang akan menentukan wajah Indonesia pada 30 tahun yang akan datang,” ujarnya.
Fery menuturkan, masih banyak orangtua yang mendidik anaknya berkaca pada cara orangtua mendidik mereka di masa kecilnya. Padahal, cara mengasuh dan mendidik anak saat ini dengan puluhan tahun lalu tentu berbeda.
Ia pun mengajak para orangtua untuk lebih aktif berkomunikasi dengan sekolah. Sebab selama ini terjadi kecenderungan orangtua menyerahkan tanggung jawab pendidikan kepada guru. “Berikan informasi kepada sekolah tentang kepribadian atau kebiasaan anak Anda, aktiflah berkomunikasi dengan guru,” saran Fery.
Selain itu, orangtua juga wajib mengetahui lingkungan sekolah anak. Kenali guru, tenaga kependidikan, petugas kebersihan, dan petugas keamanan sekolah. “Bila memungkinkan, ikutlah terlibat dalam persatuan orangtua murid di sekolah, atau sesekali ikut dalam kepanitian acara di sekolah,”pumgkasna

Oleh:Yohan Rubiyantoro/HK)

Sumber : http://paudni.kemdikbud.go.id/berita/7219.html

Kamis, 13 Agustus 2015

Kemendikbud Rintis Pendidikan Keluarga di 5.000 Lembaga Pendidikan

Foto :Ilustrasi

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan merintis program pendidikan keluarga di 5.000 lembaga pendidikan se Indonesia. Sebagian besar dari jumlah tersebut, adalah sekolah-sekolah, mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, dan Pendidikan Masyarakat Harris Iskandar pada Rapat Koordinasi Kebijakan dan Program Pendidikan Keluarga, di Bogor, Selasa (11/8). “Program pendidikan keluarga akan diselenggarakan di lembaga pendidikan formal maupun nonformal mulai tahun ini,” ucapnya.

Adapun rincian jumlah lembaga yang akan merintis program pendidikan keluarga adalah 900 lembaga PAUD, 1.500 Sekolah Dasar, 1.200 Sekolah Menengah Pertama, 400 Sekolah Menengah Atas, 300 Sekolah Menengah Kejuruan, 600 Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat dan lembaga kursus, serta 100 Sanggar Kegiatan Belajar.

“Target sasaran program pendidikan keluarga tersebar di seluruh provinsi, 100 kabupaten/kota dan 300 kecamatan,” sebut Harris. Saat ini Direktorat Jenderal PAUD dan Pendidikan Masyarakat telah menyeleksi daerah dan satuan pendidikan yang akan menyelenggarakan program tersebut.

Direktur Pembinaan PAUD Ella Yulaelawati menambahkan, sekolah yang terpilih sebagai penyelenggara program pendidikan keluarga akan mendapatkan pelatihan dari pemerintah, dan pegiat keorangtuaaan tentang pendidikan keluarga, misalnya cara mendidik anak dengan baik. “Pelatihan tersebut akan diberikan kepada para pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah, serta kepada para orangtua dan wali murid di sekolah tersebut,” ujar Ella.

Jumlah pendidik dan tenaga kependidikan yang akan dibekali program pendidikan keluarga mencapai 25.000 orang pada tahap awal. Selain itu, pemerintah akan memilih 100 lembaga mitra pegiat pendidikan keluarga, termasuk para pengajar pendidikan keluarga. “Kami menargetkan dapat menambah 2.000 lembaga pendidikan setiap tahun sebagai sasaran penyelenggara program pendidikan keluarga,” ujar Ella.

Lembaga pendidikan yang telah terpilih menjadi penyelenggara program pendidikan keluarga telah melalui proses seleksi yang cukup ketat. Antara lain, sekolah tersebut harus memiliki akreditasi A atau B, telah beroperasi lebih dari tiga tahun, memiliki pendidik dan tenaga kependidikan yang memadai. Sedangkan untuk lembaga pendidikan nonformal, harus memiliki nomor induk lembaga.

Oleh:Yohan Rubiyantoro/HK)

Sumber: http://paudni.kemdikbud.go.id/berita/7209.html

Selasa, 11 Agustus 2015

Anak Usia Dini Harus Diajarkan Budi Pekerti

foto : Pengukuhan Bunda Paud Kecamatan

Ketua TP PKK Sukoharjo Ibu H. Etty Wardoyo selaku Bunda PAUD Sukoharjo mengatakan bahwa keluarga menjadi sekolah pertama dari seorang anak sebelum anak tersebut melanjutkan pendidikan di luar rumah. PAUD harus dapat memfasilitasi pendidikan berbasis keluarga sebagai lingkungan yang mendukung perkembangan anak sejak dini.
Hal itu diungkapkannya saat mengukuhkan Bunda PAUD Kecamatan pada acara Gebyar Kreatifitas Anak Usia Dini Kabupaten Sukoharjo, di Gedung Budi Sasono, belum lama ini
Diharapkan Bunda PAUD Kecamatan lebih intensif mendorong keluarga agar berperan dalam perawatan, pendidikan dan gizi anak sesuai dengan usia dan perkembangan anak. Sehingga hasil akhirnya, Kontingen PAUD Sukoharjo dapat memberikn penampilan yang terbaik di Tingkat Provinsi Jawa Tengah.
Kedua belas Bunda PAUD yang mewakili tiap kecamatan di Sukoharjo dikukuhkan dan kemudian dikalungkan Selendang oleh Bunda PAUD Sukoharjo diikuti ucapan selamat oleh Anggota FKPD Sukoharjo.
Bupati Sukoharjo, H.Wardoyo Wijaya SH MM dalam pengarahannya menegaskan bahwa pengukuhan Bunda PAUD Kecamatan akan segera ditindaklanjuti dengan pengukuhan Bunda PAUD tingkat Kelurahan/Desa. Anak usia dini perlu diajarkan budi pekerti, dan itu merupakan tugas Guru PAUD.
Pemkab memiliki kebijakan bahwa guru-guru PAUD di Sukoharjo telah mendapat dukungan tunjangan dari Pemkab, hal ini pun mendapat apresiasi dari Pemerintah Pusat.
Ke depan, guru PAUD yang masih lulusan SMA/ SMK akan didiklatkan sehingga ketrampilan mereka setara dengan lulusan S1.
Setelah pengukuhan, acara dilanjutkan dengan perform Pencak Silat oleh Solid Agniano dari PAUD Muslimat Sukoharjo; serta perform Gerak dan Lagu dari KBIT-TKIT Mutiara Insan Sukoharjo. Acara Gebyar Anak Usia Dini tersebut juga dimeriahkan oleh beberapa lomba diantaranya Lomba Finger Printing, Hand Printing, Memindahkan Bola Sesuai Warna dan Lomba Bercerita.

Sumber: http://www.jatengprov.go.id/id/newsroom/anak-usia-dini-harus-diajarkan-budi-pekerti-0

Pentingnya PAUD Berbasis Neurosains

 JAKARTA, PAUD dan DIKMAS. Dalam upaya peningkatan mutu pendidikan anak usia dini di Indonesia, para akademisi, praktisi dan pamong belajar baru-baru ini menggelar workshop dalam rangka mendiskusikan pijakan Implementasi Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini Tahun 2013 berbasis neurosains.
Perkembangan pengetahuan tentang neurosains terutama tentang fungsi eksekutif dari otak sangat penting karena terdiri dari kendali untuk menahan, kerja memori dan juga kelenturan kognitif. Berkembangnya fungsi eksekutif ini membuat seseorang akan selalu berfikir sebelum mengerjakan sesuatu, tahan terhadap godaan, dan tetap fokus.
Pendidik PAUD memiliki peran penting dalam mengemban amanah ini. Karena otak adalah modal utama. Segala kemampuan anak baik itu kognitif, emosional, sosial, visi, bahasa dan lainnya bermuara di otak.
Pendidik PAUD memiliki peluang paling menentukan dalam mengubah otak anak. Karena itulah, sudah saatnya guru PAUD dibekali pengetahuan tentang neurosains sebagai basis pendidikan dan pengembangan anak usia dini.
”Ini adalah tugas kita bersama, membantu anak didik agar dapat berkembang optimal hingga kelak mereka tidak menjadi beban pembangunan melainkan asset utama pendukung pembangunan,” ungkap Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (PAUD-Dikmas), Harris Iskandar, saat membuka Workshop Pengembangan Program PAUD di aula PP-PAUDNI Regional I, Lembang, Bandung, Jawa Barat, akhir pekan lalu.
Lebih lanjut, Harris menegaskan kepada para peserta workshop yang terdiri perwakilan Pamong Belajar Pokja PAUD UPT Ditjen PAUDNI, Akademisi (APG PAUD), dan Organisasi profesi (IGTKI dan Himpaudi) agar serius mendalami ilmu baru tersebut untuk melakukan pembahasan yang lebih tajam sehingga dapat merumuskan konsep untuk penerapan kurikulum 2013 PAUD berbasis neurosains. Apalagi seminar tersebut diberikan langsung oleh ahlinya, Prof. Adele Diamond dari Kanada.
Dalam arahannya, Harris juga menyinggung tentang PAUDISASI, dimana penyelenggaraan program PAUD ditunjang oleh dana desa sebesar 5 %, dan ketentuan tersebut ini sudah ada peraturan menteri.
”Pemerintah pusat tahun depan akan menyediakan dana BOP bagi 158.000 institusi melalui kabupaten sebesar Rp. 1,4 trilyun dari dana APBN. Dana tersebut dituntut harus disalurkan ke lembaga yang tertib administrasi,” jelas Harris.

oleh :Rina/HK)

Sumber: http://paudni.kemdikbud.go.id/berita/7199.html

Sabtu, 08 Agustus 2015

Berikut ini adalah jenis tepuk tangan yang biasa dilakukan di sekolah Taman Kanak-kanak

Foto:Ilustrasi

1. Tepuk Islam
Tepuk 3X Tuhanku
Tepuk 3X Allah
Tepuk 3X Kitabku
Tepuk 3X Al Qur’an
Tepuk 3X Nabiku
Tepuk 3X Muhammad
Tepuk 3X Agamaku
Tepuk 3X Islam



2. Tepuk Cinta
Tepuk 3X Pertama aku cinta pada Allah
Tepuk 3X Kedua aku cinta Rasullullah
Tepuk 3X Ketiga Aku cinta kepada Ayah Bunda, semoga aku masuk surga
Tepuk 3X Amin, amin, Yess

3. Tepuk Anak Soleh [ini yang jadi liri khas PIA AT-TAQWA]
Tepuk 3X Aku
Tepuk 3X Anak Soleh
Tepuk 3X rajin sholat
Tepuk 3X Rajin ngaji
Tepuk 3X Orang tua
Tepuk 3X Dihormati
Tepuk 3X Cinta Islam
Tepuk 3X sampai mati
Laillahailallah Muhammaddarusulullah
Islam islam Yess

4. Tepuk Wudlu
Tepuk 3X Kumur-kumur basuh muka basuh tangan
Tepuk 3X kepala dan telinga terakhir cuci kaki lalu doa
Tepuk 3X yess

5. Tepuk Badut
Tepuk 3X mata besar
Tepuk 3X hidung tomat
Tepuk 3X perut gendut
Tepuk 3X goyang-goyang

6. Tepuk Ondel-ondel
Tepuk 3X Ondel-ondel
Tepuk 3X badan besar
Tepuk 3X rambut jagung
Tepuk 3X kalau jalan
Tepuk 3X timplang timplung timplang timplung

7. Tepuk Ayam
Tepuk 3X piyik-piyik
Tepuk 3X Petok-petok
Tepuk 3X Kukuruyuk

8. Tepuk Kambing
Tepuk 3X mbek embek
Tepuk 3X embek embek
Tepuk 3X mbeeeek

9.Tepuk Ikan
Tepuk 3X berenang
Tepuk 3X cari makan
Tepuk 3X sudah kenyang


10. Tepuk Diam
Tepuk 3X diam


11. Tepuk Boneka
Tepuk 3X ithik-ithik
Tepuk 3X othol-othok
Tepuk 3X Thik thok, thik thok thik thok

12. Tepuk Teletubbies (Sambil menirukan gerakan teletubiess)
Tepuk 3X tinkie winkie
Tepuk 3X Dypsi
Tepuk 3X Lala
Tepuk 3X Poo

13. Es Es Krim
Tepuk 3X Ting ting ting ting
Tepuk 3X Tong tong tong tong
Tepuk 3X Juuuus

14. Tepuk Pistol
Tepuk 3X ambil pistol
Tepuk 3X isi peluru
Tepuk 3X lalu tembak
Dor dor dor

15. Tepuk bakso
Tepuk 3X glinding-glinding
Tepuk 3X tambah sambel
Tepuk 3X enak seger
Tepuk 3X bakso

16. Tepuk sate
Tepuk 3X di iris-iris
Tepuk 3X disunduki
Tepuk 3X dibakar
Tepuk 3X Sate

17. Tepuk tempe
Tepuk 3X di idak-idak
Tepuk 3X dibunteli
Tepuk 3X di dol

18. Tepuk empat sehat lima sempurna
Tepuk 3X nasi
Tepuk 3X lauk pauk
Tepuk 3X sayuran
Tepuk 3X buah-buahan
Tepuk 3X susu

19. Tepuk Panca Indra
Tepuk 3X mata
Tepuk 3X hidung
Tepuk 3X telinga
Tepuk 3X lidah
Tepuk 3X kulit

20. Tepuk Mata
Tepuk 3X lirik kanan
Tepuk 3X lirik kiri
Tepuk 3X mata

21. Tepuk Rasa
Tepuk 3X ada asam
Tepuk 3X ada asin
Tepuk 3X ada manis
Tepuk 3X ada pahit
Tepuk 3X macam-macam rasa

22. Tepuk keluarga
Tepuk 3X ada ayah
Tepuk 3X ada ibu
Tepuk 3X ada kakak
Tepuk 3X ada adik
Tepuk 3X keluarga

23. Tepuk tanaman
Tepuk 3X akar
Tepuk 3X batang
Tepuk 3X daun
Tepuk 3X bunga
Tepuk 3X buah

24. Tepuk Motor
Tepuk 3X ngeng ngeng (seperti orang ngegas)
Tepuk 3X ngeng ngeng
Tepuk 3X diiit (Sambil memegang hidung)

25. Tepuk Mobil
Tepuk 3X naik mobil
Tepuk 3X pegang setir
Tepuk 3X tekan klakson
Tepuk 3X din din din

26. Tepuk telepon
Tepuk 3X kring kring kring kring
Tepuk 3X kring kring kring kring
Tepuk 3X Hallo

27. Tepuk Huruf vokal
Tepuk 3X a
Tepuk 3X i
Tepuk 3X u
Tepuk 3X e
Tepuk 3X o


Sumber  lagu2anak.blogspot.com

Kamis, 06 Agustus 2015

BPS:Jumlah Penduduk Buta Aksara Turun

JAKARTA, . berdasarkan data BPS dan Direktorat Pembinaan Pendidikan Masyarakat tahun 2014 yang tertuang dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal PAUDNI yang dirilis tahun 2015.  Jumlah penduduk buta aksara atau tuna aksara pada akhir tahun 2014 turun menjadi 6.007.486 orang, atau hanya tersisa 3,76 persen dari total jumlah penduduk. Sepanjang tahun 2014 pemerintah berhasil mengentaskan sebanyak 157.920 orang tuna aksara.
Penurunan jumlah tuna aksara pada tahun 2014 melampaui target yang ditetapkan pemerintah sebesar 3,83% dari total jumlah penduduk. Target tersebut tercapai antara lain karena program pendidikan Keaksaraan Dasar. Program tersebut merupakan upaya pemberian kemampuan keaksaraan bagi penduduk tuna aksara berusia 15-59 tahun. Mereka diajarkan kemampuan membaca, menulis, berhitung, mendengarkan, dan berbicara untuk mengomunikasikan teks lisan dan tulis.
Penduduk tuna aksara yang telah menyelesaikan pendidikan keaksaraan dasar tersebut mendapat Surat Keterangan Melek Aksara (SUKMA). Keberhasilan pencapaian kinerja ini juga karena program bantuan operasional penyelenggaraan (BOP) Keaksaraan Dasar pada kabupaten yang menjadi kantong-kantong buta aksara, dan diikuti dengan bimbingan secara intensif.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, dan Pendidikan Masyarakat Wartanto pada beberapa kesempatan mengatakan bahwa keberhasilan pemerintah menekan jumlah penduduk tuna aksara karena kerja sama seluruh masyarakat dan pemerintah daerah.
Wartanto yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Pembinaan Pendidikan Masyarakat menguraikan sejumlah program untuk memberantas tuna aksara, yakni Keaksaraan Usaha Mandiri (KUM) dan Bantuan Multikeaksaraan.
“Prinsip dari pembelajaran KUM adalah meningkatkan kemampuan membaca dan menulis sembari memberikan keterampilan untuk mencari nafkah,” ujar Wartanto baru-baru ini. Pada tahun 2014, Kemdikbud menggelontorkan dana program KUM untuk 130.000 orang warga belajar.
Pada tahun 2012, Indonesia mendapatkan penghargaan internasional dalam hal penuntasan tuna aksara, yakni King Sejong Literacy Award dari UNESCO. Penghargaan tersebut diberikan karena Indonesia dinilai sukses melakukan inovasi pembelajaran dalam pemberantasan buta aksara yang terintegrasi dengan kewirausahaan.

Oleh:Yohan Rubiyantoro/HK
sumber:paudini.kemdikbud..go.id


Selasa, 04 Agustus 2015

Contoh SOP Penyambutan Anak PAUD Kurikulum 2013

Contoh SOP Penyambutan Anak PAUD Kurikulum 2013. Proses pembelajaran di PAUD tidak terbatas pada saat anak berada di sentra atau area atau kelas, tetapi sejak anak datang hingga pulang. Ketika anak datang, seorang guru PAUD hendaknya menyapa sang anak. Nah bagaimana standar operasional dalam menyambut anak PAUD kita simak ulasan berikut.

Semua proses interaksi anak dengan pendidik, dengan temannya, atau dengan lingkungan atau alat mainannya termasuk dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu Satuan PAUD harus merancang jadwal harian dan bagaimana para pendidik berperan di dalamnya penting diperhatikan dalam sebuah acuan standar PAUD yang bernama Strandar Operasional Prosedur.

Dalam menyusun SOP PAUD sesuai Kurikulum 2013 ada hal-hal yang perlu diperhatikan secara umum antara lain adalah :
Pastikan bahwa lingkungan belajar di dalam (indoor) dan di luar (outdoor) bersih, aman, nyaman, dan menyenangkan.
Kegiatan pembelajaran dilaksanakan melalui bermain. Kegiatan bermain yang dipilih adalah kegiatan bermain yang mampu menstimulasi dan mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak. Pilihlah kegiatan main yang kaya akan stimulasi terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak.
Alat dan bahan main yang akan digunakan sesuai dengan kebutuhan, karakteristik, tahapan perkembangan, dan lingkungan anak.
Alat dan bahan main disiapkan sebaik mungkin sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan, baik untuk aktivitas individu, kelompok kecil, kelompok sedang, maupun kelompok besar.
Alat dan bahan main serta buku ditata pada tempat yang mudah dijangkau oleh anak.
Semua proses dan karya anak dikumpulkan sebagai bahan penilaian (asesmen) ketercapaian pertumbuhan dan perkembangan anak. Hasil karya anak dapat dipajang sesuai dengan keperluan.
Untuk berjalannya seluruh kegiatan di atas, dapat disusun aturan atau tata tertib yang penyusunannya berdasarkan kesepakatan pendidik dan pengelola untuk mengatur keberlangsungan kegiatan pembelajaran dengan efektif.


sumber:http://paudjateng.blogspot.com/2015/05/contoh-sop-penyambutan-anak-paud.html

Lakukan ini, agar suasana belajar di PAUD lebih Hidup

Foto:ilustrasi

Sebagai pengajar, saya terkadang menjumpai anak-anak didik saya terlihat  lesu atau bahkan tidak konsentrasi dalam belajar. Sehingga dampak yang paling buruk adalah anak-anak malah ngobrol sama temannya atau maen seenaknya sendiri. Mungkin sebagai pengajar anda juga pernah mengalami hal demikian. Adapun usaha yang saya lakukan untuk menghidupkan suasana belajar agar peserta didik tertarik untuk belajar adalah sebagai berikut:
Metode belajar sambil bermain.  Mungkin kita terlalu banyak memberikan materi pelajaran yang terlalu serius. Untuk yang satu ini, semua pendidik anak usia dini pasti tahu. Menggunakan metode belajar sambil bermain adalah suatu hal yang mutalk untuk diterapkan. Misalnya mengajarkan penjumlahan dengan cara menghitung jumlah pintu di sekolah, jumlah kursi di kelas, dan masih banyak cara yang lain.
Ubah posisi tempat duduk Anak-anak memang pribadi yang cepat bosan. Apalagi bila mereka duduk di tempat yang itu-itu saja. Kita bisa mengubah posisi tempat duduk tiap anak setiap minggu atau setiap dua minggu, supaya anak bisa akrab tidak hanya dengan teman yang itu-itu saja, malainkan dengan setiap anak. Kita juga bisa mengubah posisi tempat duduk. Tidak hanya melulu anak harus menghadap papan tulis, kadang kita juga bisa mengubah formasi tempat  duduk menjadi sebuah lingkaran dan kita mengajar di tengah, kadang hanya memakai karpet, dan masih banyak lagi.
Adakan kegiatan outdoor Kegiatan outdoor ini tidak melulu hanya maen-maen di luar kelas lho. Alangkah lebih baik bila kita juga sudah menyiapkan sebuah materi pelajaran yang menarik buat anak-anak. Misalnya cara menanam pohon ketela, cara menanam tanaman cabe, dan masih banyak lagi.
Belajar sambil bernyanyi. Kegiatan bernyanyi memang sangat diminati oleh anak-anak. Sebelum memulai memberikan materi, alangkah lebih baik bila kita mengajak anak-anak untuk bernyanyi terlebih dahulu. Lagu bisa berfungsi ganda. Yaitu bisa membangkitkan mood anak-anak, dan sebagai reminder. Remider yang saya maksud adalah agar anak-anak bisa lebih mudah dalam menyerap materi ilmu yang akan kita berikan, dan agar anak-anak lebih mudah mengingat materi pelajaran yang telah kita berikan (setelah selesai mengaja, anak-anak menjadi lebih mudah mengingatnya kembali). Misalnya sebelum kita mengajarkan anak-anak materi pengenalan huruf, kita ajak anak-anak menyanyikan lagu ABC.
Belajar sambil mendongeng. Mendongeng tidak hanya berfungsi sebagai peningkat kecerdasan imajinasi anak, namun dengan mendongeng, ternyata kita juga bisa memberikan suatu materi pelajaran. Misalnya pada saat kita mendongeng tentang seekor bebek, kita bisa menyelipkan materi pelajaran pengenalan angka dengan cara membuat angka dua menjadi seekor bebek. Selagi anak-anak asyik mendengar cerita kita, anak-anak pun bisa belajar mengenal angka.
Belajar sambil menari / bergerak. Sambil menari pun kita bisa mengajar anak-anak lho…  . Hmm… meskipun saya tidak pandai menari saya akan mencoba memberikan contoh. Misalnya dengan lagu ini: BIG, BIG, BIG. Nah… Dengan lagu ini, anak-anak tidak hanya bisa menari atau bergerak, tapi juga bisa belajar pengenalan nama hewan, lawan kata, dan tentu saja pelajaran bahasa Inggris.
Menggambar / mewarnai sambil belajar. Untuk yang satu ini, kita bisa mengajak anak-anak untuk menulis A sampai Z, di sebuah kertas gambar, lalu mendekorasi di bagian-bagaian yang kosong lalu mewarnainya. Atau bila anak-anak belum bisa menulis, kita bisa menyiapkan kopian gambar-gambar huruf, lalu meminta anak untuk mewarnainya, dan mendekorasi bagian kertas yang kosong.
Menghafal kata sambil bertepuk tangan. Dengan bertepuk tangan kita tidak hanya bisa meningkatkan kecerdasan motorik anak, namun juga bisa mentrasnfer ilmu. Misalnya dengan mengajak anak-anak untuk menyebutkan kata-kata dengan satu, dua, atau tiga suku kata. Lalu mengajak mereka untuk bertepuk tangan saat mengucapkannya. Misalnya: ru - mah, diucapkan dengan cara bertepuk tangan sebanyak dua kali seiring dengan suku kata yang diucapkan.
Free Time. Mungkin karena terlalu banyak kegitan yang kita buat untuk anak-anak, anak-anak menjadi malas belajar. Free Time atau waktu bebas juga sangat penting lho… Hal ini dilakukan agar anak-anak bisa merasa “bebas” dan memberikan kesempatan bagi mereka untuk bereksplorasi secara bebas, dan mencegah ketegangan. Free time bisa dilakukan di dalam ruangan (bermain lego, balok, dll) ataupun di luar ruangan (main ayunan, mobil-mobilan, dll).
Memberi hadiah. Dengan memberikan hadiah kepada anak itu merupakan trik paling jitu untuk membangkitkan suasana belajar, walaupun hadiah itu sangat simple bisa berupa pujian ataupun sebuah ciuman.
Mengatasi  masalah kita sendiri. Sadar atau tidak sadar, kadang hal yang membuat anak-anak menjadi bosan belajar adalah karena diri kita yang kurang bisa membawa anak-anak pada suasana belajar yang ceria.Jadi usahakan sebisa mungkin kita tidak memperlihatkan masalah yang kita hadapai didepan anak-anak.

 berbagai sumber



Bermain adalah Belajar

Sering kita melihat Orang tua yang memaksa bahkan mencubit anaknya karena tidak mau terlibat dalam pembelajaran dan asyik bermain balok dan mainan lainnya.dan ada juga orang tua yang membatalkan rencana anaknya belajar tamasya, alasannya, karena Anaknya ikut les privat membaca dan matematika. 

Kejadian di atas adalah sebuah realita di sekitar kita. Bahkan mungkin sebenarnya lebih parah dari itu. Karena masih banyak orang tua yang belum memahami hakikat pendidikan anak usia dini, bisa jadi pada kenyataannya masih banyak para pendidik anak usia dini sendiri yang belum faham tentang hakikat pendidikan anak usia dini. Terlebih lagi para orang tua yang tidak memiliki latar belakang keilmuan tentang pendidikan anak usia dini. Kebanyakan mereka terlalu memaksakan anaknya untuk ”belajar” sesuatu dengan metoda konvensional yang diterapkan untuk orang dewasa saja sudah tidak efektif lagi. Duduk, diam, dengarkan, tulis dan bacakan kembali, itulah yang dikatakan sebagai belajar. Jika diterapkan pada orang dewasa mungkin mereka mampu protes dan menuntut tehnik pembelajaran lain yang lebih menarik. Tapi apa daya anak-anak, mereka tidak bisa melawan. Apalagi dengan ancaman cubitan atau bahkan pululan.

Sebuah Teori Tabularasa memang menyatakan bahwa anak-anak diibaratkan seperti kertas kosong yang bisa diisi apapun. Ya, memang benar, demikian luar biasanya anak-anak, sampai-sampai mereka bisa menghafal banyak hal di luar kepala. Dengan asumsi tersebut, beramai-ramailah orang tua mengisi kertas kosong tersebut. Dan akhirnya, anak-anak pun tumbuh seperti kertas berisi berbagai ilmu yang kumpulannya bisa membentuk sebuah buku. Mungkin terlihat tebal dan pintar. Tapi kaku dan pasif. Tak bisa bergerak dan berbuat. 

Wahai para orang tua, mereka bukanlah kertas. Mereka bukan pembelajar pasif. Tapi mereka pembelajar aktif. Tahukah wahai para orang tua, banyak teori belajar lain yang lebih moderen telah dilahirkan. Teori konstruktivisme menyatakan bahwa anak adalah pembelajar aktif. Setiap pori-pori tubuh mereka menyerap apa yang mereka lihat, dengar, sentuh, dan apapun yang berinteraksi dengan mereka. Hebatnya lagi, mereka menganalisis dari setiap interaksi mereka dengan lingkungannya. Tapi sayang, kehebatan itu kita sia-siakan. Kita patahkan dengan tehnik belajar yang tidak sesuai. Mereka kita bentuk, bukan kita arahkan. Mereka kita isi, bukan kita fasilitasi. Strategi belajar terbaik bagi mereka adalah adalah apa yang kita namakan dengan bermain. Bukan duduk, diam, dengarkan dan hafalkan.

Orang tua pasti bangga ketika anaknya yang masih usia TK/PAUD sudah bisa membaca dan berhitung. Orang tua pasti semakin bangga ketika anaknya yang masih kecil itu bisa menghafal berbagai kosa kata dalam bahasa Inggris. Orang tua pasti lebih bangga lagi jika memiliki anak yang selalu menurut ketika di suruh duduk di meja belajar menghafalkan segala sesuatu yang dianggap perlu. Mengikuti berbagai les yang melelahkan. Tapi tahukah anda wahai para orang tua, bahwa kebanggaan anda, bahwa kebahagiaan anda sungguh membuat anak-anak anda menderita! 

Orang tua pasti jengkel ketika ada anaknya yang aktif bergerak, menaiki meja, memegangi benda yang menarik dan baru dilihatnya, menggigit dan mengulumnya atau membongkar mainan yang baru di beli. Orang tua pasti semakin jengkel ketika ada anaknya yang menggambar tidak sesuai dengan perintah ibu gurunya. Orang tua pasti sangat jengkel ketika ada anaknya yang terus menerus bertanya tentang sesuatu yang dia lihat. Orang tua pasti lebih jengkel lagi ketika rumah berantakan setelah anaknya dan teman-temannya bermain dokter-dokteran. Orang tua pasti sangat lebih jengkel lagi ketika anaknya lebih asyik bermain galah di lapangan atau sekedar bermain sepak bola dari pada duduk di meja belajar dan membaca. 

Tapi tahukah anda bahwa seharusnya anda berbahagia karena anak anda bahagia dan karena kelak dia akan tumbuh menjadi individu yang kreatif dan cerdas.  Karena sesungguhnya ketika dia sedang membuat anda jengkel, dia sedang belajar. karena bermain adalah belajar bagi anak usia dini @

MULTI TAB 1

Pentas Seni & Perpisahan

Pentas Seni & Perpisahan

MULTI TAB 2

Kegiatan Kartinian

Kegiatan Kartinian

MULTI TAB 3

anoman

anoman

MULTI TAB 4

perpisahan

perpisahan

MULTI TAB 5

kartinian 2

kartinian 2


MULTI TAB 6

1

Entri Populer

MULTI TAB 7

Headline

">

MULTI TAB 8

Arsip Blog


MULTI TAB 9

Buku Tamu

MULTI TAB 10

Daftar Blog Saya

MULTI TAB 11




 
KEMBALI KEATAS
') }else{document.write('') } }