Sekolah TK adalah wadah bermain. Bukan untuk menuntut ilmu
yang serius. Otaknya anak-anak masih kosong. Tidak tahu apa-apa. Dan yang dimengerti
oleh anak-anak TK hanya ada dua. Yaitu: Tertawa dan Menangis. Merasa lucu dia
akan tertawa. Cengengesan. Merasa terusik dia akan menangis. Bahkan
meraung-raung.
Dulu hanya ada satu istilah sekolah TK (Taman Kanak-Kanak).
Belakangan muncul istilah. Play Group - Kelompok Bermain. PAUD - Pendidikan
Anak Usia Dini. Apapun istilahnya semua itu merupakan dunia anak-anak untuk
bermain. Mengenalkan anak-anak dunia luar pada kehidupan sosial dan
bermasyarakat sejak dini. Kurikulumnya hanya sekedar bermain, bernyanyi dan
bermain lagi. Berhitung 1 sampai 10. Mewarnai sebuah gambar yang sudah jadi.
Sejak dimulainya Pendidikan Guru TK sepuluh tahun silam
dengan jenjang D2. Kemudian sekitar 2004 ada jenjang S1 di PGTK. Menjadikan
semakin menjamurnya lembaga pendidikan setingkat sekolah TK. Dengan berbagai
istilah tadi. Play Group atau PAUD.
Setelah anak menginjak usia tujuh tahun. Mereka memasuki
dunia pendidikan Sekolah Dasar. Beberapa sekolah dasar membuat standarisasi
terhadap calon murid yang mau diterima. Umumnya sekolah dasar tersebut.
Mewajibkan calon murid-muridnya sudah pandai membaca dan menulis huruf-huruf
latin. Sehingga kurikulum sekolah TK bukan hanya bernyanyi, bermain dan
menggambar. Tetapi anak-anak sekecil itu dituntut otaknya untuk mulai berfikir
lebih. Mengahafal huruf-huruf latin. Sekaligus pandai membaca. Kasihan
anak-anak...
Membuat standar semacam itu. Memang kemajuan. Tetapi membuat
anak-anak cepat jenuh dalam proses belajar di tingkat selanjutnya. Bagi
anak yang cerdas di sekolah TK. Cepat pandai membaca dan menulis merasa di
kelas 1 sekolah dasar tidak menemukan tantangan baru. Bahkan boleh jadi tidak
acuh dengan bacaan: "Ini Budi, Ini Bapak Budi. Ini Ibu Budi". (contoh
bacaan bahasa Indonesia Sekolah Dasar kelas 1 tahun 1978)
0 komentar:
Posting Komentar