Gambar:ilusrasi
Mengasuh anak adalah pekerjaan yang luar biasa seru dan
menantang. Ya, karena kita dihadapkan pada seorang makhluk hidup yang terkadang
membuat kepala berdenyut, mempunyai beragam kemauan dengan sedikit permakluman.
Mereka bisa bertingkah laku seperti nyamuk, makhluk kecil yang
menyebalkan, atau bisa seperti boneka teddy yang lucu dan menggemaskan.
Mengasuh mereka menjadi menyenangkan apabila dilakukakan dengan sabar, penuh
cinta. Tapi, ketika mereka mulai ‘memberikan serangan’ bagaimana kita
menyikapinya?
Pertanyaan yang mengejutkan
“Bunda, kenapa air jatuhnya cepat?’ Tanya seorang bocah berusia 3,5 tahun
kepada ibunya. Untuk menjawab ‘o itu karena gaya gravitasi nak,’ sepertinya
malah akan menambah waktu untuk menjawab pertanyaan selanjutnya. Dengan
sekenanya ibu menjawab “kan dari atas ke bawah, Dek!”
“Tapi pesawat dari atas ke bawah kok nggak jatuh jatuh, Bunda?” tanyanya lagi
sambil bergumam. “Mmmh, kenapa ya?’ ibu balik bertanya. Sekian detik
terdiam, tiba tiba dia berteriak, “Adek tau...! pasti karena ada pak pilot dan
mesinnya!’ Ibu hanya mengangguk sambil tersenyum. Sang bocah pun merasa puas
dan bangga bisa menemukan jawabannya.
Ada lagi pertanyaan dari seorang anak perempuan berusia 5 tahun. “Kenapa kakak
(perempuan) nggak boleh tidur bareng ayah? Kan anak sendiri? Kenapa Ibu
boleh?” Atau berbagai bentuk protes seperti “Aku kesal Bunda nggak ijinin
aku ke rumah Ando sendirian.” “Ayah orangnya nggak asyik, masa pulang
kerja langsung tidur!”
Berbagai serangan pertanyaan dan protes itu tentu tidak bisa didiamkan begitu
saja. Adalah kewajiban orangtua untuk ‘memfasilitasi’ mereka menemukan jawaban
dan menangani protes-protes yang muncul di benaknya.
Ini kiatnya
Pertama, ajarkan mereka berpikir sebab akibat dan melingkar. Sesuaikan pola
dengan kapasitas usia dan berpikir anak. Jawaban yang terlalu lurus memang
biasanya akan segera menyudahi rasa keingintahuan anak, tapi itu juga akan
‘mematikan’ daya kreatifitas dan ingin tahu mereka.
Kedua, jangan langsung menjawab pertanyaan anak. Berikan ksempatan mereka
menemukan jawaban versinya sendiri. Bila keliru, kita tinggal sedikit
meluruskan.
Ketiga, jangan mengalihkan pertanyaan anak ke sesuatu yang tidak ada
hubungan dengan pertanyaan semula. Lebih baik bicara jujur bahwa kita belum
menemukan jawabannya dan ajak untuk mencari bersama. Kecuali pertanyaan yang
berhubungan dengan masalah orang dewasa.
Keempat, brsyukurlah memiliki anak yang banyak bertanya. Itu tandanya mereka
kritis. Fasilitasi dan tetap arahkan. Yuk, belajar menjadi orangtua cerdas!
sumber:www.ummi-online.com
0 komentar:
Posting Komentar