Sumber: https://www.nu.or.id/post/read/118218/pemerintah-perlu-apresiasi-dokter-yang-gugur-dalam-penanganan-covid-19
Situs Edukasi Anak Masadepan Negeri
Peningkatan Kesadaran Gizi Ibu dan Balita; Sosialisasi PP Muslimat NU dan Yaici di Palembang Sumatera Selatan
Mengarungi Kisah Inspiratif Hj Khofifah Indar Parawansa
Pembelajaran Manasik Haji Kecil TKTA Tarbiyatul Athfal41 Semarang pada Tgl.8 Oktober 2015 di Islamic Center Semarang
Penguatan Keaswajaan Bagi Da’iyah Muslimat NU DKI Jakarta
Ketua Tanfidziyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Semarang, Dr. KH. Anasom MHum
Berkembang dari era digital saat ini, maka diprediksi masa depan nanti akan lebih kompetitif dan menantang, ditandai dengan adanya perubahan yang cepat serta dinamis. Maka hanya memiliki keterampilan saja tidaklah cukup. Resiliensi merupakan salah satu karakter yang perlu dimiliki oleh si Kecil untuk membantunya siap menghadapi tantangan masa depan. Resilien adalah kemampuan seseorang untuk menghadapi kegagalan sebagai kesempatan belajar dan mampu untuk membangkitkan dirinya kembali untuk terus mencoba.
Sebuah survey yang dilakukan oleh Primrose Schools pada tahun 2016 menemukan bahwa ternyata 92% orang tua mengakui pentingnya pembentukan karakter anak yang kuat dan positif sejak dini, terutama karena anak-anak ini hidup di era digital. Dari survey yang sama, ditemukan juga bahwa hampir 50% dari orang tua mengaku bahwa mereka belum paham bagaimana dan kapan sebaiknya pembentukan karakter ini bisa dimulai. Para pendidik dan akademisi pun semakin gencar menyatakan pentingnya pembentukan karakter untuk dilakukan sejak dini, dimulai dari rumah dan juga di sekolah. Banyak penelitian menemukan bahwa dimilikinya karakter yang positif dan kuat oleh anak, akan meningkatkan performa mereka di sekolah, mendapatkan nilai yang lebih baik, serta memiliki hubungan sosial yang lebih positif.
Apakah mengembangkan keterampilan dan karakter anak yang resilien dapat dilakukan sejak anak usia dini? Tentu saja IYA!. Pembentukan karakter justru menjadi dasar dari proses tumbuh kembang anak, terutama dalam menguasai keterampilan-keterampilan hidup lainnya. Melalui pembentukan karakter, si Kecil akan mengembangkan rasa percaya diri, keberanian, pantang menyerah, gigih, dimana hal tersebut akan membantu si Kecil untuk mau terus belajar dan mampu menghadapi kesulitan yang dihadapi ketika ia belajar keterampilan tertentu di sekolah (Meiners, 2015)
Pearson & Nicholson (2000) mengatakan bahwa dimilikinya karakter yang baik dan positif akan menghubungkan 3 aspek dalam hidup anak, yaitu dirinya sendiri, orang lain, dan komunitas/masyarakat luas. Dengan dirinya sendiri, si Kecil yang memiliki karakter positif dapat menunjukkan perilaku mandiri, gigih, dan banyak akal. Sedangkan dengan orang lain dan masyarakat luas, si Kecil yang memiliki karakter positif seperti berani dan adaptif terhadap perbedaan-perbedaan yang ada.
Melihat banyaknya manfaat dan bagaimana karakter yang positif dapat mengoptimalkan proses belajar si Kecil, maka pembentukan karakter perlu dilakukan sejak dini. Karakter resilien, yang digambarkan melalui perilaku mandiri, berani, gigih, banyak akal, dan adaptif perlu untuk dimiliki oleh si Kecil, agar siap untuk menghadapi tuntutan masa depan yang akan lebih menantang dibanding dengan tuntutan yang dihadapi saat ini.
Sumber:https://www.nutriclub.co.id/parentsguideacademy/parenting-article/others/mana-yang-lebih-penting-untuk-masa-depan-si-kecil-keterampilan-atau-karakter/?gclid=Cj0KCQiAqY3zBRDQARIsAJeCVxN3AaQ1jbo7Hhz7BzArUw72y2C8Tn1ObPeD72SI-ODvejuuNNSUqzEaAuotEALw_wcB
Semarang – Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang mulai menggratiskan biaya pendidikan untuk sekolah-sekolah swasta di Ibu Kota Jawa Tengah itu. Untuk tahun ini, ada 41 sekolah swasta yang mulai mendapat suntikan dana dari pemerintah agar biaya pendidikan gratis.
Sekolah swasta gratis itu tersebar mulai dari tingkat TK hingga SMP. Rinciannya yakni ada 7 TK, 14 SD dan 20 SMP yang memberlakukan sekolah gratis di tahun ajaran 2020/2021 ini.
Program ini mulai berlaku Januari 2020. Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang menyiapkan anggaran sebesar Rp 5,4 miliar. Dana tersebut akan ditransfer ke sekolah-sekolah swasta untuk menerapakn pendidikan gratis.
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi menyatakan, jika program ini masuk dalam tahap pertama program sekolah swasta gratis di Kota Semarang. Ia menyebut, program ini merupakan terobosan setelah sebelumnya sekokah negeri juga gratis.
“Dengan Maka didorongnya program pendidikan formal bisa gratis, diharapkan yang tidak mampu bersekolah bisa memperoleh kesempatan untuk menempuh pendidikan,” katanya.
Selain sekolah swasta gratis, Pemkot Semarang juga menyiapkan ribuan beasiswa bagi siswa sekolah negeri maupun swasta mulai dari tingkat SD hingga SMA. Beasiswa ini nantinya difokuskan untuk siswa berprestasi dari keluarga miskin.
Pemkot Semarang menyiapkan 11.288 beasiswa untuk program ini. Beasiswa ini nantinya juga akan menyasar siswa di MI, MTs dan MA di Kota Semarang.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang Gunawan Saptogiri juga menyebut, ke depan program sekolah swasta gratis ini juga akan diarahkan kepada madrasah seperti MI, dan MTs.
Sumber:https://www.google.com/amp/s/www.murianews.com/2020/01/18/180681/41-sekolah-swasta-di-kota-semarang-mulai-gratiskan-biaya-pendidikan.html
Banyak orang tua yang ingin menjadi keren di mata anak mereka, dan ingin berteman akrab. Namun, cara mendidik anak yang seperti ini akan membuat orang tua kesulitan untuk menolak keinginan anak, dan justru membuat anak mendapat celah untuk menjadi egois.
Sebaliknya, orangtua yang memiliki otoritas penuh, akan lebih dihormati dan dipatuhi. Menurut Thomas Lickona, ada tiga gaya orang tua dalam mendidik anak:
- Orang tua yang otoriter, di mana orang tua berada dalam kekuasaan penuh dalam mengatur anak.
- Orang tua yang permisif, di mana orang tua memberi banyak kasih sayang dan memanjakan anak, sehingga anak cenderung lebih berkuasa atas keinginannya.
- Orang tua yang otoritatif, cara mendidik anak dengan gaya ini menggabungkan kedua gaya sebelumnya. Memberikan anak aturan, namun juga memberi kasih sayang yang banyak.
Cara mendidik anak yang ketiga inilah yang sebaiknya diterapkan untuk mendidik anak. Karena dengan otoritatif, orang tua akan tetap bersikap hangat, mau mendengarkan anak, namun masih bisa dihormati oleh anak**
Sumber: https://m.liputan6.com/health/read/4001580/3-kesalahan-orangtua-ketika-mendidik-anak
Jakarta Menjadi orangtua bukan hal mudah. Ada kewajiban dan tanggung jawab di dalamnya, terutama dalam hal mendidik anak.
Setiap orangtua tentunya akan berusaha maksimal dalam mendidik anak-anaknya. Namun, orangtua pun manusia yang bisa berbuat kesalahan dalam keseharian maupun saat mendidik anak.
Dalam artikel Psychology Today yang berjudul “ Three Common Mistakes in Parenting” yang ditulis oleh Thomas Lickona, Ph.D, menunjukan bahwa mendidik anak tak bisa luput dari keliru. Namun, terkadang kekeliruan ini tidak disadari para orang tua, bahkan ada yang menyangka kesalahannya.
Hal yang perlu diingat dalam mendidik anak adalah, orangtua juga manusia yang tak luput dari kesalahan. Jangan terlalu egois untuk meyakinkan diri bahwa cara mendidik anak yang sudah dilakukan benar adanya.
Berikut tiga kesalahan dalam cara mendidik anak yang dilansir dari Psychology Today.
Memanjakan Anak
Dalam sebuah polling yang diadakan oleh CNN, dua per tiga orang tua di Amerika mengatakan kalau mereka telah memanjakan anaknya. Ketika di rumah, tugas seorang anak adalah menerima dan orang tua memberi, konsep mendidik yang demikian tanpa disadari akan membuat anak menjadi manja dan egois.
Orang tua terkadang memberikan semua apa yang diinginkan oleh anak sebagai bentuk kasih sayangnya. Namun, dalam cara mendidik anak yang baik, memberikan porsi anak tanggung jawab dan tugas rumah tangga akan membuat tumbuh kembang anak jauh lebih baik, dibandingkan memanjakan.
Memberikan penjelasan pada anak tentang sebuah tanggung jawab, mengajarkan untuk memisahkan antara keperluan pribadi dan keperluan keluarga sejak dini, dirasa mampu mendidik anak tentang kemurahan hati, rasa tanggung jawab, dan juga menumbuhkan kemandirian.**
Berbagai teori cara mendidik anak sudah Anda terapkan, namun tetap tidak digubris? Wah, jangan khawatir, anda tidak sendiri kok.
Problem ini sepertinya menjadi masalah utama orangtua jaman sekarang. Namun sebaiknya jangan dibiarkan terjadi terus menerus ya, karena dikhawatirkan anak akan manja dan merasa semua keinginannya harus dipenuhi.
Lalu, harus bagaimana ya cara yang tepat agar mereka mau mendengar perintah Anda?
Meski oranhtua memberi perintah, bukan berarti Anda tidak mendengar keluhan mereka. Mereka mungkin capek belajar, sedang tidak enak hati dengan suasana sekolah, misalnya, atau masalah lain yang mungkin mereka alami.
Nah Parents, mau mendengarkan adalah kunci dari cara mendidik anak yang baik. Jika Anda menunjukkan sikap mau mendengar keluhan mereka, atau peka bahwa mereka sedang kesal karena adanya masalah, maka mereka pun akan mendengar perintah Anda.
Berteriak tidak pernah menjadi cara mendidik anak yang disarankan hanya akan membangkitkan emosi. Parents sendiri misalnya, tidak ingin bukan diteriaki oleh bos hanya karena diminta melakukan hal sepele?
Oleh karena itu pastikan Anda memanggil nama saat mereka bermain. Ketika menoleh dan memerhatikan Anda, katakan dengan baik hal yang Anda inginkan dari si kecil.
Tatapan mata memiliki kekuatan untuk menunjukkan perasaan. Saat orangtua menatap mata anak, ia pun akan melihat bahwa orangtua mereka memberi perhatian, bukan amarah atau emosi negatif lainnya.
Dengan menatap mata anak, Anda pun akan paham apakah ia benar-benar mendengar atau cuek dengan perintah. Selain itu, Anda pun bisa menunjukkan kepedulian dengan cara mendengar dan ikut empati dengan hal yang tengah mereka rasakan.
Terkadang kita lupa sebagai orangtua kita pernah membuat janji namun mengingikarinya. Dari semua teori cara mendidik anak, introspeksi diri sering terabaikan, lho.
Bagaimana mungkin anak akan mendengar perintah orangtua, jika kita sendiri kerap tidak konsisten dengan ucapan?
Akibatnya, kata-kata atau wejangan apa pun tidak ‘sakti’ lagi. Kita sering memarahi anak karena melakukan suatu hal yang sebenarnya sering kita lakukan sendiri.
Nah, inilah yang sebaiknya benar-benar harus diperhatikan orangtua dalam mengaplikasikan ragam teori cara mendidik anak. Yuk, aplikasikan 4 hal di atas dalam keseharian mendidik anak!**