Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) bukan cuma menyangkut persaingan ekonomi. Era perdagangan bebas kawasan Asia Tenggara ini juga mendorong tenaga asing membanjiri Indonesia. Akibatnya banyak anak-anak dari tenaga asing ini yang harus sekolah. Kondisi ini memicu menjamurnya lembaga pendidikan asing di Indonesia. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencatat, hingga tahun 2015 sedikitnya ada 147 SPK PAUD yang tersebar di seluruh Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Ditjen PAUD dan Dikmas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Wartanto saat membuka Sosialisasi Kerja Sama Program PAUD dan Dikmas di Bali, 16 Maret 2016. Kondisi inilah yang mendorong Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan regulasi melalui Permendikbud Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Kerja Sama Penyelenggaraan dan Pengelolaan Pendidikan oleh Lembaga Pendidikan Asing dengan Lembaga Pendidikan di Indonesia (Satuan Pendidikan Kerja Sama/SPK). “Melalui regulasi ini kami berupaya memberikan payung hukum bagi SPK,” ungkapnya.
Dalam Permendikbud ini, seperti diutarakan Wartanto, terdapat lima kewajiban yang harus dipenuhi oleh SPK PAUD. Kewajiban pertama adalah memiliki izin operasional. Ia mengingatkan, agar setiap SPK PAUD wajib memiliki izin operasional.
“Izin ini ada pada kami. Penyelenggara SPK tidak usah takut dipersulit. Kami berupaya memberikan pelayanan yang mudah dan cepat asalkan semua berkas persyaratan sudah lengkap,” tegas Wartanto. Kewajiban kedua, melaksanakan kurikulum pendidikan nasional. Hal ini penting karena pendidikan adalah proses dan anak PAUD adalah aset yang paling berharga. Untuk itulah pemerintah Indonesia menerapkan kurikulum sebagai perangkat untuk membentuk pribadi anak khususnya yang menjadi warga negara Indonesia. Lebih lanjut Wartanto menegaskan, setiap SPK PAUD wajib melaksanakan kurikulum pendidikan nasional ditambah kurikulum SPK. Kurikulum tersebut harus mengenalkan budaya dan bahasa Indonesia. “Terutama bagi peserta didik WNI, SPK PAUD wajib mengajarkan pendidikan agama, Pancasila dan kewarganegaraan,” ujarnya.
Kewajiban berikutnya adalah sadar lingkungan. Wartanto mengingatkan, SPK jangan menjadi satuan pendidikan ekslusif yang tidak peduli pada lingkungan sekitar. Bentuk sadar lingkungan itu misalnya dengan menghargai keragaman budaya Indonesia. Wartanto mencontohkan, SPK PAUD dapat berpartisipasi pada hari besar nasional. Ketika ada kegiatan 17 Agustusan misalnya, SPK hendaknya ikut memeriahkan. Ini bentuk kesadaran terhadap lingkungan sekitar.
“Bila ini dilakukan, maka dengan sendirinya masyarakat dapat merasakan manfaat keberadaan SPK sehingga menganggap SPK bagian dari lingkungan mereka,” tegasnya. Sejalan dengan misi Kemdikbud, sekolah adalah taman yang menyenangkan bagi peserta didik. Terkait hal ini SPK wajib menjadi wilayah yang terbebas dari bullying dan pengaruh negatif lainnya. SPK harus bebas dari kekerasan, pengaruh negatif seperti pornografi narkoba, pelecehan, dan perkelahian. “SPK juga harus melakukan penyaringan untuk memastikan pendidik yang ditugaskan adalah orang yang memiliki kompetensi dan bebas dari pengaruh narkoba,” tegasnya.
Sesuai amanat UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, setiap penyelenggaraan pendidikan wajib memenuhi Delapan Standar Pendidikan Nasional yang meliputi standar isi, proses, penilaian, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, serta pengelolaan. Dalam hal ini SPK PAUD selain wajib memenuhi akreditasi sebagai SPK juga wajib memenuhi akreditasi yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal (BAN PNF). Lima kewajiban itu menjadi kunci. Kalau lima kewajiban itu dilaksanakan di SPK, maka tidak akan ada lagi masalah-masalah sosial. Masyarakat akan dapat merasakan manfaat keberadaaan SPK,” ujar Wartanto. (Tim Warta/KS/Bali_2016)
sumber:https://paudni.kemdikbud.go.id/berita/8299.html
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Ditjen PAUD dan Dikmas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Wartanto saat membuka Sosialisasi Kerja Sama Program PAUD dan Dikmas di Bali, 16 Maret 2016. Kondisi inilah yang mendorong Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan regulasi melalui Permendikbud Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Kerja Sama Penyelenggaraan dan Pengelolaan Pendidikan oleh Lembaga Pendidikan Asing dengan Lembaga Pendidikan di Indonesia (Satuan Pendidikan Kerja Sama/SPK). “Melalui regulasi ini kami berupaya memberikan payung hukum bagi SPK,” ungkapnya.
Dalam Permendikbud ini, seperti diutarakan Wartanto, terdapat lima kewajiban yang harus dipenuhi oleh SPK PAUD. Kewajiban pertama adalah memiliki izin operasional. Ia mengingatkan, agar setiap SPK PAUD wajib memiliki izin operasional.
“Izin ini ada pada kami. Penyelenggara SPK tidak usah takut dipersulit. Kami berupaya memberikan pelayanan yang mudah dan cepat asalkan semua berkas persyaratan sudah lengkap,” tegas Wartanto. Kewajiban kedua, melaksanakan kurikulum pendidikan nasional. Hal ini penting karena pendidikan adalah proses dan anak PAUD adalah aset yang paling berharga. Untuk itulah pemerintah Indonesia menerapkan kurikulum sebagai perangkat untuk membentuk pribadi anak khususnya yang menjadi warga negara Indonesia. Lebih lanjut Wartanto menegaskan, setiap SPK PAUD wajib melaksanakan kurikulum pendidikan nasional ditambah kurikulum SPK. Kurikulum tersebut harus mengenalkan budaya dan bahasa Indonesia. “Terutama bagi peserta didik WNI, SPK PAUD wajib mengajarkan pendidikan agama, Pancasila dan kewarganegaraan,” ujarnya.
Kewajiban berikutnya adalah sadar lingkungan. Wartanto mengingatkan, SPK jangan menjadi satuan pendidikan ekslusif yang tidak peduli pada lingkungan sekitar. Bentuk sadar lingkungan itu misalnya dengan menghargai keragaman budaya Indonesia. Wartanto mencontohkan, SPK PAUD dapat berpartisipasi pada hari besar nasional. Ketika ada kegiatan 17 Agustusan misalnya, SPK hendaknya ikut memeriahkan. Ini bentuk kesadaran terhadap lingkungan sekitar.
“Bila ini dilakukan, maka dengan sendirinya masyarakat dapat merasakan manfaat keberadaan SPK sehingga menganggap SPK bagian dari lingkungan mereka,” tegasnya. Sejalan dengan misi Kemdikbud, sekolah adalah taman yang menyenangkan bagi peserta didik. Terkait hal ini SPK wajib menjadi wilayah yang terbebas dari bullying dan pengaruh negatif lainnya. SPK harus bebas dari kekerasan, pengaruh negatif seperti pornografi narkoba, pelecehan, dan perkelahian. “SPK juga harus melakukan penyaringan untuk memastikan pendidik yang ditugaskan adalah orang yang memiliki kompetensi dan bebas dari pengaruh narkoba,” tegasnya.
Sesuai amanat UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, setiap penyelenggaraan pendidikan wajib memenuhi Delapan Standar Pendidikan Nasional yang meliputi standar isi, proses, penilaian, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, serta pengelolaan. Dalam hal ini SPK PAUD selain wajib memenuhi akreditasi sebagai SPK juga wajib memenuhi akreditasi yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal (BAN PNF). Lima kewajiban itu menjadi kunci. Kalau lima kewajiban itu dilaksanakan di SPK, maka tidak akan ada lagi masalah-masalah sosial. Masyarakat akan dapat merasakan manfaat keberadaaan SPK,” ujar Wartanto. (Tim Warta/KS/Bali_2016)
sumber:https://paudni.kemdikbud.go.id/berita/8299.html
0 komentar:
Posting Komentar